“The market always compares Alibaba to other companies and labels us as the Chinese eBay and Chinese Amazon. I don’t really know how to let the world understand Alibaba better. All these explanations about Alibaba are not accurate. People just use standards abstracted from other companies and impose them on Alibaba.”
Jack Ma, 2016
Banyaknya perusahaan teknologi yang merintis model bisnis baru di Amerika Serikat membuat mereka seringkali menjadi acuan ketika kita ingin membahas perusahaan serupa di negara-negara lain. Apalagi ketika informasi yang kita tahu tentang negara tersebut masih cukup minim.
Jadi, wajar saja jika pengamat atau media menyebut Alibaba sebagai Amazon-nya China. Sebuah simplifikasi yang diharapkan akan mempermudah audience untuk memahami bisnis BABA.
Namun, seperti simplifikasi lainnya, menyebut Alibaba sebagai Amazon-nya China berpotensi menimbulkan kesalahpahaman dalam detail, setidaknya dalam 2 hal.
Pertama, Alibaba memang sempat meniru model bisnis perusahaan e-commerce dari Amerika Serikat, tetapi perusahaan tersebut adalah Ebay, bukan Amazon. Alibaba bahkan memulai bisnisnya sebagai B2B marketplace untuk memfasilitasi supply chain UMKM di China.
Namun, karena eBay berencana masuk ke pasar China, Alibaba kemudian mengembangkan Taoabo (jika diterjemahkan, artinya mencari harta karun), tandingan eBay dengan kearifan lokal. Taobao dan eBay sama-sama berperan sebagai fasilitator transaksi antar pengguna yang dikenal juga denga model third party e-commerce. Model bisnis tersebut cenderung capital light dibanding first party e-commerce ala Amazon yang harus membangun banyak fasilitas logistik. Dalam konteks model bisnis, JD.com lebih cocok disebut sebagai Amazon-nya China.
Kedua, Alibaba dan sejumlah perusahaan teknologi China lainnya, saat ini telah berubah dari peniru menjadi inovator. Bukan cuma Tiktok yang membuat Meta Platform meniru dengan Reels dan Google dengan Youtube Short, Amazon yang selama ini dikenal sebagai first party e-commerce dengan fasilitas dan jaringan logistik yang begitu ekstensif ternyata juga “meniru” playbook Alibaba dalam bisnis marketplace atau third party e-commerce. Pada tahun 2021, pendapatan 3P seller service Amazon bahkan sudah hampir mencapai separuh dari pendapatan online store-nya dengan CAGR lebih besar 2x lipat.
Amazon sadar, capital intensity dari model bisnis first party e-commerce akan menghambatnya untuk bertumbuh. Jadi, wajar saja jika secara total nilai transaksi atau Gross Merchandise Value (GMV), bahkan jika hanya menghitung GMV di China, Alibaba jauh mengungguli Amazon.
Dari grafik di atas terlihat jelas bahwa Alibaba adalah perusahaan e-commerce terbesar di dunia. Bisnis international commerce-nya bahkan hanya kalah skala dari Amazon, JD.com, Pinduoduo (PDD), dan eBay.
Namun, apa jadinya jika ternyata Alibaba bukanlah perusahaan e-commerce? Sesuatu yang tidak datang dari ungkapan analis atau media, tetapi dari internal Alibaba sendiri.
Jadi, Alibaba ini sebenarnya perusahaan apa? Lalu apa dampaknya pada cara kita memahami prospek bisnis dan potensi value creation Alibaba?
Mari kita bahas!
Yuk Lanjut Baca
INVESTABOOK Insight
Langganan & Akses 250+ Insight Lainnya
Jika sudah berlangganan, kamu bisa login di sini!