Pernah coba masuk ke mall terbesar di Indonesia?
Salah satu mall terbesar di Indonesia menurut Asosiasi Pengelola Pusat Belanja Indonesia adalah Pakuwon Mall Surabaya dengan luas area mencapai 180 ribu meter persegi atau 18 hektar. Bagi masyarakat Surabaya mungkin tidak asing dengan mall satu ini.
Atau pernah coba masuk ke mall favorit anak muda Jakarta yang sangat ramai ketika weekend?
Namanya Kota Kasablanka Mall yang ‘katanya’ biasa jadi tempat ketemuan anak jakarta dan tangerang karena lokasinya yang berada di tengah-tengah.
Kedua mall tersebut adalah milik PT Pakuwon Jati Tbk dengan kode saham PWON, perusahaan properti pertama yang melantai di Bursa Efek Indonesia (BEI) pada tahun 1989.
Sebagai pemain di bisnis properti, tentunya perusahaan akan menghadapi naik turunnya supply & demand yang memengaruhi harga jual properti dan berefek pada profitabilitas dari perusahaan.
Mari kita lihat kinerja dari PT Bumi Serpong Damai (BSDE), PT Lippo Karawaci (LPKR), dan PT Ciputra Development (CTRA).
Ketiga perusahaan tersebut digunakan karena mereka adalah tiga perusahaan properti dengan aset terbesar di Indonesia. Aset yang dimiliki bahkan lebih dari 2x lipat dibanding milik PWON. Sangat besar, kan?
Apalagi jika dibandingkan dengan cadangan lahan yang dimiliki oleh ketiga raja properti tersebut. BSDE punya cadangan lahan hingga 3.817 hektar, LPKR sebesar 1.416 hektar, dan CTRA sebesar 4.304 hektar.
Bandingkan dengan PWON yang hanya memiliki 477 hektar cadangan lahan. Perbedaan yang cukup timpang.
Pertanyaan selanjutnya adalah apakah dengan aset yang besar maka perusahaan secara otomatis menghasilkan profit yang juga besar dan konsisten?
belum tentu.
Kenyataannya meski punya aset yang lebih besar, profitabilitas dari ketiga perusahaan besar tersebut justru kalah dengan PWON.
PWON mampu terus menghasilkan ROE double digit dalam 7 tahun terakhir secara konsisten. Berbeda dengan BSDE yang memiliki tahun tertentu untuk menghasilkan ROE yang besar atau lebih tepat dikatakan ROE-nya tidak konsisten.
LPKR lebih buruk lagi, sejak tahun 2015 perusahaan kesulitan menghasilkan ROE lebih dari 5% bahkan mulai tahun 2019 perusahaan milik keluarga Riady tersebut merugi hingga saat ini.
Mungkin CTRA bisa dibilang lebih baik dibanding dua perusahaan sebelumnya, ROE CTRA mampu konsisten pada range 7-9% bahkan ketika pandemi COVID-19 sekalipun di tahun 2020. Meski konsisten, profitabilitas CTRA masih kalah dibandingkan PWON.
Lantas, mengapa PWON bisa menghasilkan profitabilitas yang cukup besar dan konsisten meski dengan skala perusahaan yang lebih kecil? Apa yang membedakan PWON dengan kompetitornya di bisnis yang sama?
Yuk Lanjut Baca
INVESTABOOK Insight
Langganan & Akses 250+ Insight Lainnya
Jika sudah berlangganan, kamu bisa login di sini!