Orang itu bernama Jason. Ia lupa kapan terakhir kali mereka bertemu, sejak wisuda dan dihantam pandemi COVID-19, frekuensi pertemuan tak pernah lagi terjadi, hanya terjalin lewat sapaan singkat ulang tahun di Instagram ataupun sekilas saling menanyakan kabar untuk basa-basi.
Mereka akhirnya bertemu setelah Jason mengirim WhatsApp di selasa pagi, “Apa cerita Dika? Udah lama kita gak kongkow-kongkow lagi.”
Rabu siang, mereka bertemu di warung nasi padang yang tak jauh dari lokasi kampus mereka dulu. Dika tahu bahwa pertemuan hari ini bukan tanpa sebab, Jason belakangan sering sharing tentang asuransi di Instagram.
Pembicaraan mengalir lancar, Jason beberapa kali menyinggung soal kesehatan dan mahalnya biaya rumah sakit. Dika mengalah dan membiarkan Jason membawa arah pembicaraan mengenai asuransi.
Jason telah memiliki segudang cerita turun temurun yang ia dengar dari beberapa orang dan berdasarkan pengalamannya sendiri, di akhir cerita ia memberikan pertanyaan pamungkasnya, “Untung gak kalau punya asuransi?”
Alih-alih kagum dan merasakan keuntungan dari uang claim asuransi, dalam kepalanya terlintas pertanyaan, “Kok bisa hanya membayar 300 ribu per bulan namun dapat mengkover biaya kesehatan hingga miliaran? Apa perusahaan asuransi gak rugi?”
Namun Dika memilih untuk menanyakan hal tersebut dalam hati, topik ini mungkin bisa ditanyakan nanti atau ia cari tahu sendiri.
Walaupun ia merasa beberapa cerita tersebut lebih tampak seperti fiksi dibandingkan realita, namun Dika sendiri tahu bahwa hal tersebut bisa benar adanya. Ia ingat beberapa tahun lalu saat kakak iparnya meninggal dunia dan abangnya diberikan uang pertanggungan oleh perusahaan asuransi.
Menurut abangnya, mereka baru membayar kurang lebih 23 juta untuk premi, namun diberikan uang pertanggungan hampir setengah miliar. Pertanyaannya saat itu persis sama seperti saat ini. Dari mana perusahaan asuransi mendapatkan keuntungan?
Mau baca Insight tentang Asuransi dan >180 Insight keuangan lainnya? Yuk gabung komunitas dan diskusi bersama di Quality Investor Club!
Mendalami Bisnis Asuransi
Seperti bisnis pada umumnya, perusahaan asuransi komersial juga dibentuk untuk mendapatkan keuntungan bagi pemegang saham.
Sekilas benefit yang didapatkan oleh para pemegang polis maupun ahli warisnya terlihat “menguntungkan” apabila terjadinya risiko yang terjadi sesuai kesepakatan polis karena mendapat kompensasi kerugian finansial, namun perusahaan asuransi sejatinya tetap mendapatkan keuntungan apabila berhasil membuat perhitungan dan mengkalkulasi risiko yang mungkin terjadi dengan tepat.
Ya, “sesederhana” itu rahasia perusahaan asuransi untuk memperoleh keuntungan, mengelola dan mengestimasi risiko. Namun risiko yang seperti apa? Ayo kita kupas lebih dalam!
Untuk pembahasan pada artikel ini kami akan menekankan pembahasan dan contoh pada perusahaan asuransi jiwa, namun konsep dalam bisnis asuransi pada dasarnya sama, baik itu perusahaan asuransi jiwa, asuransi umum maupun reasuransi.
Jenis Pendapatan Asuransi
Pada umumnya, pendapatan perusahaan asuransi terbagi menjadi 3 bagian, yaitu pendapatan premi, pendapatan hasil investasi, dan pendapatan lainnya. Namun, kebanyakan pendapatan asuransi didapatkan dari pendapatan premi dan hasil investasi.
Oh ya, sebelum berangkat lebih jauh, kami harus menginformasikan 1 hal penting. Laporan keuangan perusahaan asuransi dan reasuransi yang menjalankan bisnisnya di Indonesia dapat diakses secara bebas oleh publik.
Berbeda dengan perusahaan private lainnya yang tidak wajib melaporkan laporan keuangan, semua perusahaan asuransi wajib mempublikasi laporan keuanganya walaupun tidak menjadi perusahaan publik.
Hal ini diatur dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan No 71/POJK.05/2016 pasal 48.
Laporan keuangan ini dapat diakses lewat website perusahaan asuransi terkait. Memang laporan keuangan yang publikasikan hanya berupa ringkasan dan tidak selengkap perusahaan asuransi lain yang telah menjadi perusahaan publik, namun ringkasan laporan keuangan tersebut bisa menjadi acuan kita dalam melihat kondisi dan kesehatan keuangan perusahaan asuransi yang terkait.
Kembali ke sumber pendapatan asuransi, kita bisa mengambil contoh laporan keuangan dari PT Prudential Life Assurance atau yang biasa lebih dikenal dengan nama Asuransi Prudential.
Total pendapatan Prudential mencapai sekitar 22,9 Triliun pada tahun 2021, pendapatan ini didominasi oleh jumlah pendapatan premi neto yang mencapai sekitar 20,3 Triliun dan hasil investasi yang mencapai sekitar 2,4 Triliun rupiah.
Perusahaan asuransi lainnya juga mengalami hal yang kurang lebih serupa. Pendapatan premi neto dan hasil investasi, 2 hal yang nantinya akan menjadi kunci profitabilitas bagi perusahaan asuransi.
Pendapatan Premi: Kunci Profitabilitas Perusahaan
Premi merupakan sejumlah uang yang harus dibayarkan oleh nasabah tertanggung kepada pihak asuransi dalam jangka waktu tertentu sesuai dengan kesepakatan.
“Dalam sistem asuransi, pihak pertama diwajibkan untuk membayar iuran, yang biasa disebut dengan premi, sementara pihak kedua diwajibkan untuk memberi jaminan sepenuhnya kepada pihak pertama apabila terjadi sesuatu yang buruk terjadi kepada pihak pertama atau barang miliknya sesuai dengan perjanjian yang dibuat.”
– Potret Industri Asuransi di Indonesia
Perusahaan asuransi menghasilkan pendapatan dari pembayaran dalam bentuk premi, cara utama perusahaan asuransi memperoleh keuntungan adalah dengan memastikan premi yang diterima lebih besar daripada klaim yang dibuat terhadap polis, ini biasanya dikenal dengan istilah keuntungan underwriting.
Bagaimana Perhitungan Premi Dibuat?
Ada banyak faktor dan variabel yang mempengaruhi besaran biaya premi yang harus dibayarkan oleh nasabah.
Premi umumnya terdiri dari dua bagian. Yang pertama dirancang untuk menyediakan pembayaran terhadap kerugian atau biasa disebut premi murni dan yang kedua disebut muatan (loading) untuk menutupi biaya-biaya operasional dan administrasi.
Untuk menyederhanakan dan mengerti konsepnya terlebih dahulu, kami membuat simulasi sederhana bagaimana perhitungan premi asuransi umumnya dibuat.
Pertama mereka akan membuat perhitungan asumsi besaran biaya untuk 1 tahun, misalnya dalam setahun perusahaan tersebut mengeluarkan 500 juta rupiah untuk kegiatan operasional seperti mencetak polis, biaya untuk menagih premi, biaya admin, biaya komisi agen, cadangan keadaan darurat dan lainnya.
Misalkan dalam asuransi tersebut terdapat anggota dengan jumlah 5.000 orang, lalu selanjutnya mereka akan membuat perkiraan atau probabilitas berdasarkan data dan statistik tentang jumlah anggota yang akan meninggal. Sebutlah 3 orang diperkirakan akan meninggal dunia dan masing-masing akan mendapat uang pertanggungan (UP) sebesar 10 miliar.
Maka perusahaan akan melakukan perhitungan sebagai berikut:
- Biaya operasional selama 1 tahun 500 juta dibagi kepada 5.000 orang. Maka didapatkan Rp 100.000 per orang selama 1 tahun.
- Diasumsikan akan ada yang meninggal dunia sebanyak 3 orang dalam setahun, maka perusahaan asuransi harus menyiapkan dana 30 Miliar untuk membayar klaim
- Dana 30 miliar yang harus disiapkan oleh perusahaan asuransi dibagi kepada 5.000 orang. Maka didapatkan Rp 6.000.000 per orang selama tahun tersebut.
- Besarnya premi yang harus dibayarkan oleh setiap anggota adalah sekitar Rp 6.100.000 per orang untuk periode setahun.
- Untuk mendapatkan keuntungan, maka perusahaan asuransi harus membebankan premi lebih dari 6.100.000 per orang.
Ingat bahwa ini merupakan skema sederhana untuk menciptakan nilai premi yang harus dibayarkan oleh nasabah. Metode yang diterapkan oleh perusahaan asuransi jelas tidak akan sesederhana ini karena iuran dalam perhitungan di atas menganggap bahwa anggota tua dan anggota muda membayar jumlah premi yang sama.
Padahal tingkat risiko yang dimiliki masing-masing orang berbeda. Untuk mengatasi hal tersebut maka dibuatlah tabel mortalitas, yaitu risiko meninggal dunia yang dihadapi dari setiap anggota berdasarkan tingkat probabilitas anggota tersebut meninggal dalam tahun itu.
Tabel mortalitas sering disebut dengan life table yang merupakan instrumen utama yang digunakan oleh aktuaris dalam membangun struktur premi dan cadangan produk-produk asuransi jiwa, anuitas dan program pensiun.
Pembentukan tabel mortalitas ini melibatkan permodelan matematika dan statistika yang tidak sederhana. Aktuaris harus memodelkan durasi kehidupan manusia yang merupakan variabel acak menjadi tabel yang mudah dipahami dan digunakan.
Memang hidup matinya seseorang tidak seorang pun dapat menentukannya, tapi dari segi matematika, hasil ini ditujukan pada rata-rata orang, bukan pada perseorangan. Dari rata-rata orang dapat diramalkan peluang hidup seseorang menurut umurnya.
Ada berbagai macam tabel mortalitas yang biasa digunakan, bisa didasarkan pada statistik penduduk, tabel yang didasarkan pada pengalaman masa lampau untuk melihat besarnya kematian pada tahun-tahun sebelumnya, atau tabel standar seperti Commisioners 1941 Standard Ordinary Mortality Tables (CSO 1941) ataupun Tabel Mortalitas Indonesia (TMI) yang sudah mencapai versi ke IV pada tahun 2019 lalu.
Pada umumnya setiap asuransi memiliki standar yang berbeda dalam penetapan premi, oleh sebab itu dengan sejumlah uang pertanggungan (UP) yang sama, nilai premi antar perusahaan asuransi bisa berbeda-beda.
Namun pada umumnya, rule of thumb tidak tertulis setiap perusahaan asuransi akan memiliki pola yang sama. Misalnya berdasarkan kelompok usia, usia tua dianggap lebih memiliki peluang kematian yang lebih tinggi dibandingkan usia muda sehingga premi usia tua akan lebih tinggi.
Selain itu, kondisi kesehatan juga akan diperhitungkan, orang yang punya kesehatan rendah pasti akan memiliki premi yang lebih tinggi. Atau misalkan lagi berdasarkan jenis pekerjaan, risiko yang berbahaya pasti punya premi yang lebih besar.
Upaya untuk menetapkan tarif premi perusahaan asuransi jiwa diserahkan kepada aktuaris asuransi jiwa. Aktuaris jiwa harus bisa membuat perhitungan kompleks dengan berbagai variabel dan mengestimasi tuntutan pembayaran kerugian dan mendistribusikan biaya tersebut kepada pemegang polis.
Penetapan tarif premi ini memiliki tuntutan harus cukup tinggi untuk meliputi beban pembayaran manfaat dan operasional perusahaan sehingga menciptakan keuntungan, tetapi juga harus cukup rendah sehingga kompetitif dengan perusahaan asuransi lain.
Perhitungan probabilitas ini tidak akan sepenuhnya tepat, bisa saja perusahaan asuransi mengestimasi bahwa ada 3 dari 5.000 orang yang akan meninggal di tahun tersebut, namun ternyata kejadiannya adalah 10, maka perusahaan asuransi akan rugi.
Untuk mengatasi risiko dari ketidakpastian ini, perusahaan asuransi umumnya akan mengasuransikan kesepakatan polis tersebut. Ya teman-teman tidak salah membaca, perusahaan asuransi dapat melakukan reasuransi untuk mengurangi risiko.
Secara definisi, reasuransi adalah perjanjian antara perusahaan asuransi setuju untuk menyerahkan atau membagi sebagian atau seluruh risiko yang ditanggungnya kepada perusahaan reasuransi.
Sama dengan konsep kontrak asuransi, dengan menerima sejumlah proporsi premi dari perusahaan asuransi, maka perusahaan reasuransi setuju untuk menanggung atau membayarkan sejumlah proporsi kerugian yang terjadi atas objek pertanggungan.
Sehingga pendapatan premi bersih akan mencakup pendapatan premi bruto dikurangi premi reasuransi ditambah kenaikan atau penurunan cadangan atas premi yang belum merupakan pendapatan.
Contohnya bisa kita lihat pada laporan keuangan Prudential atau laporan keuangan PT Asuransi Jiwa Sinarmas MSIG (LIFE) di atas.
Keuntungan perusahaan asuransi akan didapat dari seberapa baik mereka mengelola risiko dan mampu membebankan premi kepada nasabahnya. Semakin besar jumlah premi yang dibayarkan dan sedikit dari perusahaan asuransi yang diminta untuk menebus claim, maka semakin besar spread yang dihasilkan perusahaan asuransi.
Perhitungan yang terukur inilah yang kemudian dapat menjadi keuntungan bagi perusahaan asuransi dan memanfaatkan insurance float untuk melakukan kegiatan investasi yang kemudian akan menjadi tambahan pendapatan bagi perusahaan.
Insurance Float: Bahan Investasi Perusahaan Asuransi
Insurance float adalah selisih antara premi yang dikumpulkan perusahaan asuransi dengan klaim yang harus dibayarkan pada nasabah.
Insurance float mungkin tampak seperti laba bagi perusahaan asuransi, namun perhitungan laba biasanya dihitung berdasarkan tahunan, sementara float dihitung berdasarkan bulanan.
Sederhananya, perusahaan asuransi mungkin membayar klaim lebih sedikit pada Januari, dan selama periode waktu katakanlah antara Febuari hingga Juli, perusahaan tersebut bisa memanfaatkan premi yang menganggur untuk diinvestasikan dalam instrumen tertentu.
Selama periode waktu tersebut, perusahaan asuransi layaknya “meminjam” uang premi yang disetor oleh nasabahnya. Mungkin saja seseorang membayar premi tahun ini namun uang pertanggungan baru akan dibayar dalam periode 20-30 tahun mendatang.
Hal ini jelas menguntungkan karena perusahaan asuransi tidak seperti perusahaan bank yang harus membayar bunga secara rutin kepada para deposannya.
Hal ini bisa kita lihat pada penyajian balance sheet perusahaan asuransi. Jika kita melihat bagian asetnya, kebanyakan aset tersebut akan berada pada akun investasi.
Investasi ini akan dikelola beragam, misalkan ke deposito, ke reksa dana, ke obligasi pemerintah, saham, dll. Sesuai kebijakan oleh masing-masing perusahaan asuransi.
Mengacu pada data OJK pada tahun 2020, aset perusahaan asuransi jiwa mencapai sekitar 538,9 Triliun rupiah, dari aset tersebut, 469,8 Triliun dialokasikan dalam berbagai instrumen investasi.
Mayoritas dari investasi perusahaan asuransi ditempatkan pada saham dan reksa dana, artinya sekitar setengah dari aset asuransi jiwa diinvestasikan pada instrumen pasar modal.
Masing-masing perusahaan asuransi memiliki cara yang berbeda-beda pula dalam alokasi aset investasinya, ada yang mengalokasikan lebih besar ke instrumen saham, ada pula yang lebih besar mengalokasikan aset investasinya ke surat berharga yang diterbitkan Republik Indonesia.
Berikut ini sejumlah perbedaan alokasi beberapa perusahaan asuransi jiwa dalam mengalokasikan aset investasinya pada tahun 2021.
Perbedaan alokasi investasi ini menghasilkan hasil investasi yang berbeda pula antar perusahaan.
Hasil investasi yang dicatatkan dalam laporan laba rugi perusahaan asuransi umumnya adalah aset-aset instrumen yang dalam standar akuntansinya memang dicatatkan sebagai penghasilan laba rugi.
Hasil investasi ini umumnya merupakan bunga dari deposito atau obligasi yang telah dibayarkan, dividen, maupun keuntungan atau kerugian yang sudah terealisasi.
Seringkali beberapa keuntungan atau kerugian pencatatan investasi ini akan dicatatkan sebagai penghasilan kompherensif lain, seperti posisi di saham tertentu, penyertaan langsung, keuntungan investasi mata uang asing dll, sehingga hasil investasi dibandingkan total investasinya tidak bisa dijadikan patokan untuk membandingkan kinerja antar perusahaan asuransi.
Pendapatan investasi ini berupa pendapatan tambahan bagi perusahaan asuransi dalam memanfaatkan spread premi namun dapat menjadi keuntungan bagi pemegang saham dan memantapkan posisi neraca keuangan.
Di balik nikmatnya keuntungan dari memutar insurance float tanpa harus membayar bunga kepada nasabah, alokasi investasi yang salah dapat menjadi bumerang.
Risiko Gagal Bayar Klaim
Dalam menjalankan kegiatan usahanya, perusahaan asuransi mengelola dana premi yang dibayarkan oleh pemegang polis/tertanggung untuk dapat menghasilkan profit bagi perusahaan dan pada akhirnya untuk memenuhi kewajiban perusahaan asuransi di masa yang akan datang kepada tertanggung.
Kesalahan pada pengelolaan dana premi merupakan salah satu penyebab utama timbulnya kegagalan dalam pembayaran klaim kepada tertanggung, apa lagi jika terjadi peristiwa yang menyebabkan suatu perusahaan asuransi harus membayarkan klaim dalam jumlah besar kepada banyak tertanggung pada saat yang bersamaan.
Oleh karena itu, perlu kehati-hatian dan manajemen risiko yang ketat. Jika perusahaan asuransi melakukan kesalahan dalam investasi, bukan tak mungkin perusahaan tersebut akan gagal membayar klaim di masa mendatang.
Salah pengelolaan investasi ini telah terjadi kepada PT Asuransi Jiwasraya yang pada akhirnya membuat nilai aset investasi menyusut, tidak liquid, dan akhirnya gagal bayar.
Kunci utama keuntungan perusahaan asuransi akan selalu didasarkan pada pendapatan premi yang mereka dapatkan.
Seperti yang kami nyatakan pada awal artikel ini bahwa, perusahaan asuransi sejatinya tetap mendapatkan keuntungan apabila berhasil membuat perhitungan dan mengkalkulasi risiko yang mungkin terjadi dengan tepat.
Apabila mereka berhasil melakukan hal tersebut dan memanfaatkan insurance float dengan bertanggung jawab, maka hal tersebut akan menjadi berkah, namun sebaliknya, jika gagal melakukan hal tersebut, asuransi ini akan merana.
DISCLAIMER:
Artikel di atas dibuat semata untuk tujuan penyediaan referensi dan edukasi, bukan rekomendasi untuk keputusan keuangan dan investasi tertentu. Setiap pihak bertanggung jawab penuh atas keputusan keuangan dan investasi yang dibuatnya sendiri.
Artikel dibuat berdasarkan sumber-sumber yang dapat dipertanggungjawabkan dan dimuat sebagaimana adanya.