Berapa Harga Wajar BBCA?

BBCA juga punya kekurangan. Karena itu kita perlu pastikan harga sahamnya saat ini tidak lebih mahal dibanding prospek fundamentalnya. Berapa valuasi BBCA?

“BBCA adalah perusahaan bagus, tetapi valuasinya sering kurang menarik.”
Overheard Investor

Pernyataan serupa juga kerap kali dilontarkan pada Unilever Indonesia (UNVR) sebelum tahun 2021.

Ada dua kesalahan utama dari pernyataan di atas yang sudah kami bahas di dua artikel berbeda.

Pertama, valuasi yang terlihat menarik, biasanya ditandai dengan PE dan PBV yang rendah, bisa jadi tetap tidak cukup menarik jika underlying fundamental-nya ternyata mengalami penurunan, seperti BBNI pada tahun 2019.

“Jika kamu membeli BBNI pada akhir Oktober 2019, 2 tahun kemudian, nilai sahammu akan turun 9%. Namun, itu bukan berita buruknya. Earning per share (EPS) BBNI selama 2 tahun turun 57%. Artinya, meski kamu membeli pada PE yang cukup rendah, hanya 9,2x, tetapi ekspektasimu tetap terlalu optimis dibanding realita yang dihadirkan oleh manajemen BBNI.”

BBNI yang Semakin “Mahal” karena Pandemi

Kedua, perusahaan yang kita kira bagus bisa jadi sebenarnya tidak benar-benar bagus. Yang ini lebih parah. Sudah dihargai oleh pasar dengan ekspektasi begitu tinggi, tetapi kualitas bisnisnya ternyata tidak sebagus itu. Contohnya ada UNVR.

“Sebagus apapun bisnisnya, jika manajemen tetap membagikan seluruh labanya sebagai dividen, maka UNVR akan kesulitan untuk compounding di masa depan. Tidak ada laba yang “dipertaruhkan” untuk menghasilkan laba yang lebih besar di masa depan.”

Harga Saham UNVR Turun 53%, Apakah Sudah Murah?

Salah judgement terhadap “saham bagus” dan “saham murah” sama berisikonya. Kamu bisa membayar terlalu mahal untuk keduanya.

Karena itulah, kami percaya, analisis fundamental terhadap emiten yang berpotensi memberi keuntungan sepadan di masa depan harus dilakukan secara mendalam dan komprehensif.

Saham ABCD bisnisnya bagus? Bagusnya karena apa? Punya keunggulan kompetitif yang durable gak? Manajemennya kompeten dan bisa dipercaya gak? Potensi reinvestasi labanya masih besar gak?

Baru deh buat estimasi kira-kira emiten dengan kualitas seperti itu, layak dihargai dengan valuasi berapa.

Jadi, sebelum kita judge apakah harga BBCA saat ini sudah kemahalan atau belum, mari kita kupas tuntas dulu kualitas bisnisnya.

Mau baca Insight tentang Saham Bank dan >180 Insight keuangan lainnya? Yuk gabung komunitas dan diskusi bersama di Quality Investor Club!

Apa Saja Keunggulan BBCA?

Kami sudah beberapa kali membahas tentang keunggulan bisnis BBCA, entah di artikel yang secara khusus membahas tentang BBCA atau pun di artikel lain yang membutuhkan pembanding.

Berikut ini rangkuman sejumlah keunggulan kompetitif BBCA dibanding bank-bank lainnya.

Pertama, BBCA mampu menjaga standar pemberian kredit yang tinggi dan ketat karena tidak memiliki mandat selain memberi keuntungan yang sepadan dan berkelanjutan kepada pemegang saham. Hal ini membuat neraca BBCA jadi sangat “bersih” dari kredit bermasalah. Dalam 11 tahun terakhir, rata-rata Non-Performing Loan (NPL) BBCA hanya 1%. Hal serupa tidak dimiliki oleh bank besar lain yang semuanya berstatus BUMN.

Kedua, NPL yang konsisten rendah membuat BBCA bisa membuat pencadangan kerugian kredit yang sangat konservatif tanpa mengorbankan terlalu banyak laba. Di saat banyak bank yang “menyalahkan” pandemi COVID-19 dan penerapan PSAK 71 sebagai penyebab turun drastisnya laba mereka, BBCA bisa lebih tenang karena selama ini mereka memang telah mempraktikan standar yang sangat konservatif dalam pencadangan. Konservatisme dalam pencadangan juga yang menjadi kekurangan utama dari MEGA yang karena model bisnis dan kinerjanya, kami juluki sebagai Little BBCA.

Ketiga, operasi bisnis yang sangat efisien. Ketika ARTO dan bank digital lain masih dalam tahap “berjanji” bahwa operasional bisnisnya yang branchless akan mengefisiensikan banyak biaya, BBCA telah menjalankan operasi bisnis perbankan paling efisien di Indonesia. BBCA hanya menggunakan 38% dari total pendapatan operasionalnya untuk beban operasional seperti gaji karyawan dan perlengkapan kantor dalam 12 bulan terakhir (TTM Q3 2021). Sebagai konteks, cost efficiency ratio BBRI, BBNI, dan BMRI masing-masing 41%, 44%, dan 48% pada periode yang sama.

Keempat, ekosistem transaction banking yang besar dan matang. Sejak berada di bawah kendali Grup Salim dan pengelolaan Moctar Riady, BBCA memang tidak mengikuti old playbook bisnis bank yang hanya mengandalkan nasabah korporasi yang butuh pinjaman modal kerja dan investasi. BBCA ingin menjadi transaction bank yang melayani berbagai kebutuhan keuangan nasabah individu dan bisnis kecil-menengah yang berhubungan langsung dengan konsumen.

BBCA lah yang merintis tabungan untuk masyarakat umum bernama Tahapan sejak tahun 1980an, berinvestasi pada sistem IT yang lebih canggih pada zamannya, menyediakan ATM untuk memperluas service point, bekerja sama dengan Telkom dan Citibank untuk melayani pembayaran tagihan telepon dan kartu kredit, mempelopori penggunaan kartu debit sebagai alat pembayaran via mesin EDC, hingga sekarang di era internet dan mobile banking.

“Saat ini, jika kamu tinggal di perkotaan, sulit sekali jika kamu tidak memiliki rekening BBCA. Opportunity cost dari melewatkan berbagi kemudahannya terlalu besar. Lebih besar dari biaya admin yang bisa mencapai Rp 20.000 per bulan.”

MEGA: The Little BBCA

BBCA tidak perlu lagi menawarkan promo gratis transfer antar rekening atau bebas biaya admin bulanan karena value yang didapatkan oleh nasabah melalui network BBCA telah melampui biaya-biaya yang dikenakan.

Semakin besar sebuah network, semakin besar perceived value di mata konsumen, semakin besar pula pricing power yang dimiliki perusahaan yang mengelola network tersebut.

BBCA Bukan Bisnis Malaikat

Salah satu pertanyaan tersulit bagi investor di pasar saham Indonesia adalah “apa kekurangan dan risiko bisnis BBCA?”

Akhirnya, pertanyaan tersebut dijawab dengan cepat bahwa satu-satunya kekurangan BBCA adalah harga sahamnya yang terlalu mahal.

Sama seperti mereka yang masih mempertentangkan value dan growth, mengatakan sebuah saham kemahalan tanpa menunjuk kekurangan, risiko, atau bagian yang dilebih-lebihkan oleh pasar dari sebuah bisnis adalah bentuk kemalasan berpikir.

Jika prospek sebuah bisnis begitu sempurna tanpa celah, maka harusnya tidak ada harga yang terlalu mahal untuk membelinya.

Faktanya, BBCA bukanlah bisnis yang dikelola malaikat.

BBCA juga memiliki kekurangan yang membatasi prospek bisnisnya. Kekurangan yang bisa menjadi guideline, kapan pasar mulai melebih-melebihkan prospek bisnis BBCA.

Low Yield Asset

Pendorong utama return bisnis bank adalah apa yang ada di neracanya.

BBCA memang memiliki aset berkualitas tinggi dan cost of fund yang sangat rendah karena ekosistem transaction banking-nya, tetapi dalam jangka panjang, return BBCA tidak akan bisa lebih tinggi dibanding bank yang memiliki expsoure ke kredit mikro, segmen yang memberi yield paling besar dibanding segmen lainnya.

Alokasi pinjaman BCA
Corporate Presentation BBCA Q3 2021

Hingga Q3 2021, lebih dari 40% kredit BBCA disalurkan ke segmen korporasi, segmen yang secara teori paling rendah risiko sehingga memberi yield paling rendah pula bagi bank.

Namun faktanya, di tengah pandemi COVID-19, kredit korporasi lah justru yang menjadi pemberat neraca dan membuat NPL BBCA untuk pertama kalinya dalam satu dekade terakhir mencapai lebih dari 2%.

Non Performing Loan BBCA
Corporate Presentation BBCA Q3 2021

Seadainya BBCA adalah BUMN dan tidak memiliki transaction network yang besar dan matang, kinerja BBCA bisa tidak terlalu jauh berbeda dengan BBNI.

Meski terkena dampak pandemi COVID-19 lebih parah dibanding BBCA, Net Interest Margin (NIM) BBRI pada tahun 2020 terbukti masih tetap lebih tinggi dibanding BBCA (5,9% vs 5,4%). Dengan kehadiran Pegadaian dan PNM sebagai anak usaha, exposure BBRI ke segmen mikro pun semakin meningkat.

Portfolio Loan BBRI
Corporate Presentation BBRI Q3 2021

Jika BBRI mampu terus membatasi exposure-nya terhadap kredit korporasi seperti yang diminta oleh Menteri BUMN Erick Thohir, BBRI berpotensi menjanjikan potensi pertumbuhan yang lebih besar dibanding BBCA.

Sama seperti bank-bank besar lainnya, neraca BBRI pun “dikotori” perusahaan-perusahaan besar yang mendapat bunga pinjaman rendah, tetapi ternyata punya potensi gagal bayar yang tinggi di tengah pandemi.

Non Performing Loan BBRI
Corporate Presentation BBRI Q3 2021

Jadi, Berapa Harga Wajar BBCA?

Sebelum menjawab pertanyaan forward looking tersebut. Mari kita lihat dulu pertumbuhan bisnis dan harga saham BBCA secara historis.

Apakah BBCA pernah dihargai terlalu mahal dibanding prospek fundamentalnya?

Kinerja Jangka Panjang BBCA
Stockbit

Dalam 10 tahun terakhir, harga saham BBCA beberapa kali menyentuh all time high yang membuat investor mungkin membeli di “pucuk”.

Tapi ternyata, istilah beli di “pucuk” kurang relevan untuk saham yang terus meng-compound nilai intrinsiknya sepertinya BBCA. Ketika EPS-nya terus mencetak all time high, harga sahamnya terus membentuk “pucuk” yang baru.

Lihat tabel di bawah ini.

CAGR BBCA

Bahkan mereka yang baru membeli BBCA di “pucuk” terbarunya pada Januari 2021 saja, tetap masih memperoleh return yang cukup memuaskan, meskipun tidak sebesar return mereka yang telah hold BBCA lebih lama.

Namun, yang perlu jadi perhatian adalah return yang didapatkan oleh long term investor BBCA hingga hari ini cukup banyak yang disumbangkan oleh PE expansion yang merupakan speculative return.

Jika speculative return dikeluarkan, maka CAGR long term investor BBCA akan berkurang 3-6%. It’s huge!

Dengan basis PE yang lebih tinggi di harga saat ini, calon investor BBCA perlu yakin bahwa investment return atau EPS growth dalam beberapa tahun ke depan bisa melindungi mereka dari PE contraction yang mungkin terjadi. Terutama ketika gap kinerjanya dengan bank-bank lain mulai terlihat tidak terlalu kontras.

So, here is our model!

Kami berasumi base rate untuk earning growth BBCA ke depan adalah 15%. Namun, pada tahun 2022 dan 2023, akan ada percepatan pertumbuhan laba hingga 20% karena pemulihan ekonomi yang kembali mendorong credit demand dan likuiditas yang masih melimpah di neraca BBCA.

Setelah 10 tahun, pertumbuhan laba BBCA akan turun ke level 4% atau 1% di bawah asumsi pertumbuhan jangka panjang ekonomi Indonesia.

Permodalan yang telah dibangun dalam satu dekade terakhir juga akan membuat BBCA mampu memberikan dividend payout ratio yang lebih tinggi dibanding tahun-tahunsebelum, tetapi tetap cukup konservatif, yakni 50%.

Kami memberi tambahan equity risk premium sebesar 2%, sama seperti yang kami berikan pada BBRI dan BTPS. Ketiga bank tersebut berada pada level risiko bisnis yang sama dengan karakteristiknya masing-masing.

Jika ditambah dengan yield obligasi pemerintah tenor 10 tahun yang saat ini sebesar 6,2%, discount rate atau return minimal di saham BBCA adalah 8,2%.

Valuasi Saham BBCA

Dengan asumsi tersebut, model valuasi intrinsik kami menunjukkan bahwa harga saham BBCA saat ini masih cukup wajar atau hanya sedikit di atas nilai intrinsiknya.

Harga Wajar Saham BBCA

Namun, tanpa margin of safety, ekspektasi terhadap pertumbuhan BBCA di masa depan menjadi harus sangat benar. Jika ternyata pertumbuhan laba BBCA ke depan lebih lambat atau bahkan turun, seperti yang terjadi pada UNVR, siap-siap lah untuk “dihukum” oleh pasar melalui PE contraction.

PE contraction akan membuat harga saham tidak ke mana-mana meskipun intrinsic value-nya terus bertumbuh. Semakin jauh jarak antara ekspektasi (harga beli) dan realita (realisasi kinerja), akan semakin panjang pula waktu yang dibutuhkan agar intrinsic value-nya bisa mengejar ekspektasi di masa lalu.

Apalagi jika ternyata opportunity cost untuk melewatkan BBCA sebenarnya tidak terlalu tinggi.

Anggap ini sebuah pengakuan dosa. INVESTABOOK memang cukup sering menggunakan BBCA sebagai contoh saham compounder yang layak di-hold selama mungkin. Namun, tujuan besar kami sebenarnya adalah justru untuk menunjukkan bahwa masih ada cukup banyak saham compounder yang seperti BBCA, tetapi belum diapresiasi oleh pasar sebesar BBCA.

That’s our sweet spot as a Quality Investor!


DISCLAIMER:

Artikel di atas dibuat semata untuk tujuan penyediaan referensi dan edukasi, bukan rekomendasi untuk keputusan keuangan dan investasi tertentu. Setiap pihak bertanggung jawab penuh atas keputusan keuangan dan investasi yang dibuatnya sendiri.

Penulis memiliki posisi investasi jangka panjang di saham BTPS. Artikel dibuat berdasarkan sumber-sumber yang dapat dipertanggungjawabkan dan dimuat sebagaimana adanya.

Alfisyahrin

Investor aktif sejak 2018. Suka ngulik data dan mengenali pola sejak kuliah di Sosiologi Universitas Indonesia. Percaya tentang pentingnya kualitas dalam berbagai urusan, termasuk dalam investasi. Sangat tertarik pada titik temu antara keuangan, media, dan teknologi.

Bagikan dan Diskusikan

Telegram
WhatsApp
Twitter
Facebook
0 0 votes
Rating Analisis
Subscribe
Notify of
2
0
Would love your thoughts, please comment.x
()
x

Rekap Laporan Keuangan Sudah Terkirim!

Silahkan cek email kamu!