Berapa Harga Wajar SCMA?

Harga saham SCMA turun 70% dalam 5 tahun terakhir. Apakah ini kesempatan untuk membeli TV FTA dan platform streaming unggulan Indonesia di harga murah?

INVESTABOOK sudah beberapa kali membuat analisis tentang SCMA. Mulai dari bisnis media lebih yang capital efficient dibanding sang market leader MNCN, langkah transformasi bisnis untuk menjadi lebih dari sekadar TV broadcaster, upaya membangun keunggulan kompetitif Vidio sebagai platform OTT unggulan di Indonesia, dan path to profitability Vidio.

Namun, belum ada kesimpulan mengenai berapa value yang ditawarkan oleh bisnis SCMA di masa depan.

Selain itu, seiring berjalannya waktu, muncul juga juga informasi baru yang memperbaharui informasi lama yang membuat tidak semua informasi di artikel tersebut masih relevan.

Salah satu yang paling signifikan adalah investasi besar yang dari investor eksternal yang diterima Vidio membuat kinerja Vidio sejak Q4 2021 mulai ditampilkan sebagai standalone business dan kerugian yang membengkak untuk investasi konten seperti Original Series, Liga Inggris 2022-2025, hingga Piala Dunia 2022.

Hal ini membuat earning power dari TV FTA, bisnis utama SCMA saat ini, tidak sepenuhnya tercermin di laba konsolidasi.

Pada tahun 2021 dan 2022, entitas bisnis SCMA selain Vidio sebenarnya masih menghasilkan laba bersih sekitar Rp 1,4 triliun yang ±90%-nya disumbang oleh SCTV dan Indosiar, dua stasiun TV Free to Air (FTA) andalan SCMA.

Pada Q1 2023, laba entitas bisnis SCMA selain Vidio memang mengalami penurunan, tetapi penurunannya “hanya” -18%, dari Rp 390 miliar menjadi Rp 319 miliar.

Penurunan laba TV FTA SCMA yang disebabkan transisi penerapan Analog Switch Off (ASO) dan penghematan belanja iklan perusahaan e-commerce, tidak sedramatis penurunan laba bersih konsolidasi SCMA (setelah mengurangi bagian kepentingan non pengendali) yang mencapai -77%. Apa yang terjadi pada SCMA di awal tahun 2023 ini mirip seperti yang terjadi pada META di tahun 2022. A perfect storm.

Investasi besar pada Vidio oleh Affinity Equity Partner (AEP) yang kemudian diikuti Grab dan Sinarmas Group juga menimbulkan kontradiksi terkait dampak Vidio pada value SCMA.

Di satu sisi, kerugian Vidio terlihat mengurangi reported earning SCMA yang per TTM Q1 2023 hanya Rp 635 miliar dan membuat harga saham SCMA kini terlihat sangat mahal dengan PE 39x kali.

Namun, di sisi lain, “harga wajar” Vidio menurut AEP adalah Rp 14,7 triliun, lebih besar dari market cap SCMA yang kini tinggal Rp 10,3 triliun.

Apakah kehadiran Vidio memberi net positive atau net negative bagi value yang diperoleh investor SCMA?

Antara Vidio dan entitas bisnis lainnya, mana yang lebih berharga bagi investor SCMA?

Dan tentu saja, berapa nilai keseluruhan dari bisnis SCMA? Apakah penurunan harga saham SCMA yang mencapai 70% dalam 5 tahun terakhir adalah kesempatan atau justru jebakan?

Mari kita bahas!

Yuk Lanjut Baca

INVESTABOOK Insight

 

Langganan & Akses 250+ Insight Lainnya

Jika sudah berlangganan, kamu bisa login di sini!

 

Alfisyahrin

Investor aktif sejak 2018. Suka ngulik data dan mengenali pola sejak kuliah di Sosiologi Universitas Indonesia. Percaya tentang pentingnya kualitas dalam berbagai urusan, termasuk dalam investasi. Sangat tertarik pada titik temu antara keuangan, media, dan teknologi.

Bagikan dan Diskusikan

Telegram
WhatsApp
Twitter
Facebook
0 0 votes
Rating Analisis
Subscribe
Notify of

Insight Menarik Lainnya

0
Would love your thoughts, please comment.x
()
x

Rekap Laporan Keuangan Sudah Terkirim!

Silahkan cek email kamu!