Berapa Nilai Intrinsik Bukalapak?

Apakah harga IPO Bukalapak masih wajar atau kemahalan? Kami coba menghitungnya menggunakan story based intrinsic valuation.

Saat ini, investor Indonesia sedang bersuka cita atas kepastian penawaran saham perdana (IPO) Bukalapak yang akan menggunakan kode saham BUKA. Pada 9 Juli 2021, manajemen BUKA menggelar public expose yang sekaligus menandai dimulainya periode book building atau pernyataan minat untuk ikut berpartisipasi dalam IPO BUKA.

Periode book building akan berlangsung dari 9 sampai 19 Juli 2021. Pada periode ini, hanya nasabah dari pelaksana penjamin emisi yang bisa ikut berpartisipasi. Namun, setelah itu, pada 28-30 Juli 2021, akan ada periode penawaran umum (pooling) yang memungkinkan nasabah dari seluruh sekuritas terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) untuk ikut berpartisipasi sebelum BUKA melantai pada 6 Agustus 2021.

Meski bukan melalui sistem e-IPO, terlihat sekali bahwa BEI ingin agar akses investor, terutama investor individu, untuk berpartisipasi dalam IPO BUKA dibuat semudah mungkin.

Dalam perspektif teknis, kemudahan untuk berpartisipasi dalam IPO tentu kabar baik.

Namun, bagi investor jangka panjang yang percaya bahwa investasi yang cerdas itu harus memastikan bahwa kita mendapat value yang lebih tinggi dibanding price yang kita bayar, hype terhadap IPO BUKA adalah lampu kuning yang perlu diwaspadai.

Selain dari sistem IPO yang spesial, hype terhadap saham IPO juga terlihat dari meningkatnya target pendanaan yang akan diperoleh dari semula 11,6 triliun rupiah (asumsi kurs Rp 14.500) menjadi 14,5 triliun rupiah dan belakangan bahkan menjadi 22 triliun rupiah berdasarkan prospektus resminya. Lampu kuning berikutnya.

Namun, seperti yang kami bahas di artikel sebelumnya, kami mengambil sikap untuk skeptically curious. Kami tidak akan memandang sebelah mata prospek bisnis BUKA yang masih akan bertumbuh secara moderat dan berpotensi membukukan laba di masa depan. Kami percaya, investasi itu forward looking. Kita selalu membeli potensi value yang diciptakan oleh sebuah bisnis di masa depan.

Namun, kami juga tidak percaya dengan new paradigm of valuation yang sebenarnya hanya kosakata canggih untuk menjustifikasi aksi spekulasi.

Jika sebuah bisnis layak dihargai berapapun hanya karena potensi pertumbuhannya yang besar, maka apa bedanya dengan greater fool theory yang hanya peduli bahwa ada orang bodoh lain yang akan membayar lebih mahal di masa depan.

Kami percaya bahwa sampai kapanpun, nilai intrinsik sebuah aset itu ditentukan oleh potensi cash flow yang dihasilkan selama aset tersebut beroperasi yang didiskon sesuai dengan tingkat risiko cash flow tersebut.

Secara umum, cara menilai new economy business seperti BUKA dan GOTO itu tidak ada bedanya dengan old economy business seperti perusahaan batubara misalnya. Mereka sama-sama melalui tahapan corporate life cycle dari mulai startup, young growth, high growth, mature growth, mature stable, hingga decline.

Corporate Life Cycle, Aswath Damodaran

Ketika BUKA mengembangkan ekosistemnya sebagai potential revenue, perusahaan batubara juga melakukannya dalam bentuk eksplorasi dan studi kelayakan lokasi tambang baru.

Karena itu, kami percaya, jika dalam horizon investasi kita, 5-10 tahun, kita tidak yakin bisnis yang sekarang masih rugi akan mampu membukukan laba dan free cash flow (FCF), maka sebaiknya coret saja bisnis tersebut dari investable universe. It’s worthless.

Jadi, sebelum kami mem-break down model valuasi yang kami gunakan di saham BUKA dan story yang mendasarinya, kami ingin menegaskan asumsi dasar yang kami percaya sebelum membuat valuasi.

Asumsi dasar yang tentu saja mengandung bias karena kepercayaan kami terhadap model bisnis dan prospek BUKA, tetapi valuasi memang selalu subjektif. Kami hanya berusaha membuat subjektivitas kami menjadi eksplit dan bisa diperdebatkan. Sesuatu yang tidak mungkin dilakukan dengan rasio pasar seperti PE, PBV, EV/EBITDA, atau bahkan Price to Sales sekalipun.

Kami percaya, dalam 10 tahun ke depan, BUKA akan mampu membukukan laba dan membagikan dividen. Story dan model valuasi kami akan menjelaskan kapan BUKA mulai membukukan laba dan membagikan dividen serta tentu saja berapa nilai intrinsiknya saat ini.

Jika dibandingkan dengan prospek fundamentalnya, apakah harga penawaran IPO BUKA masih wajar atau sudah kemahalan?

Mari kita break down!

Mau baca Insight tentang Perusahaan E-Commerce dan >180 Insight keuangan lainnya? Yuk gabung komunitas dan diskusi bersama di Quality Investor Club!

Kinerja Terkini Bukalapak

TPV, Pendapatan, dan Take Rate

Pada tahun 2020, BUKA membukukan pendapatan konsolidasi sebesar 1,4 triliun rupiah yang terdiri dari 1 triliun rupiah pendapatan marketplace, 0,2 triliun rupiah pendapatan mitra, dan 0,1 triliun rupiah pendapatan BPI (Buka Pengadaan).

Berdasarkan riset Frost & Sullivan yang dimuat di prospektus BUKA, total nilai transaksi kotor atau Gross Merchandise Value (GMV) e-commerce di Indonesia pada tahun 2020 adalah 431,6 triliun rupiah (asumsi kurs Rp 14.105) dan pangsa pasar Bukalapak diperkirakan sebesar 14,8%.

Jadi, GMV marketplace Bukalapak diperkirakan sebesar 63,9 triliun rupiah. Karena manajemen BUKA lebih konservatif, mereka lebih suka menggunakan Total Processing Value (TPV) yang mengacu hanya pada transaksi yang berhasil dibayar oleh konsumen. Karena TPV marketplace Bukalapak tahun 2020 sebesar 62,2 triliun rupiah berarti payment GMV atau rasio transaksi yang berhasil dibayar oleh konsumen sebesar 97%.

Pada bisnis mitra Bukalapak, kami berasumsi bahwa seluruh GMV berhasil dibayar atau GMV = TPV. Pada tahun 2020, TPV mitra mencapai 22,9 triliun rupiah yang mencerminkan 41% pangsa pasar dari total GMV online to offline market (O2O) yang sebesar 56,1 trilliun rupiah.

Dari data di atas, dapat dihitung bahwa take rate (pendapatan/TPV) bisnis marketplace dan mitra Bukalapak masing-masing sebesar 1,7% dan 0,9%.

Rasio take rate tidak relevan pada bisnis BPI karena BUKA berperan sebagai penjual yang memiliki barang dagangan, bukan fasilitator transaksi seperti pada bisnis marketplace dan mitra.

Struktur Beban dan Akumulasi Kerugian

Pada tahun 2020, struktur beban BUKA terdiri dari beban pokok pendapatan yang melekat ke bisnis BPI sebesar 0,1 triliun rupiah, beban penjualan dan pemasaran sebesar 1,5 triliun rupiah, serta beban umum administrasi yang juga sekitar 1,5 triliun rupiah.

Dengan pendapatan yang hanya 1,4 triliun rupiah, BUKA pun masih membukukan rugi usaha sebesar 1,8 triliun rupiah. Jika ditotal dengan kerugian di tahun-tahun sebelumnya yang terlihat di akun ekuitas BUKA, akumulasi kerugian BUKA mencapai minus 7,7 triliun rupiah.

Bukalapak Growth Story

Sebelum mencapai maturity, sebagian besar cash flow perusahaan pasti berasal dari growth asset atau aset yang akan dihasilkan dari pertumbuhan di masa depan, bukan asset in place.

Karena itu, mengkuantifikasi growth story menjadi angka-angka yang masuk akal adalah disipling penting yang harus dijaga oleh long term investor. Jika tidak ingin jatuh pada aksi spekulasi.

Karena saat ini belum mampu membukukan laba, kita akan fokus dulu pada revenue growth BUKA.

Apa saja growth story yang akan mendorong pertumbuhan pendapatan BUKA ke depan?

Tailwind E-Commerce yang Semakin Merata

Perusahaan yang berada di growing industry akan lebih mudah bertumbuh dibanding perusahaan di mature atau sunset industry.

Seperti ULTJ yang penjualannya tetap mampu tumbuh double digit di tengah penurunan pangsa pasar, BUKA juga menikmati keuntungan serupa sebagai perushaaan di industri e-commerce yang sedang bertumbuh cepat meski belakangan mengalami penurunan pangsa pasar.

ULTJ dan BUKA seperti pesawat yang mendapat efek percepatan dari angin yang bergerak dari ekor (tailwind).

Pengertian Tailwind dan Headwind
Materi Quality Investing Course by INVESTABOOK

Kami percaya dengan estimasi Frost & Sullivan yang memproyeksikan GMV industri e-commerce akan bertumbuh dengan CAGR 20% hingga tahun 2025. 5 tahun setelahnya, kami berasumsi GMV e-commerce akan bertumbuh lebih lambat dengan CAGR 10%.

Kami juga percaya bahwa ke depan cakupan transaksi e-commerce akan semakin merata dan menjangkau kota-kota kecil dan desa di Indonesia. Cepatnya penetrasi smartphone dan internet akan mendorong pemerataan transaksi e-commerce di berbagai penjuru Indonesia.

Di sinilah BUKA memiliki keunggulan kompetitif. Dengan jaringan Mitra Bukalapak yang luas, marketplace Bukalapak akan menjadi opsi yang lebih “ramah” bagi penduduk di kota non-Tier 1 Indonesia yang belum begitu percaya dengan transaksi yang 100% online. Karena alasan yang sama pula mengapa belakangan banyak pemain e-commerce berlomba-lomba menyajikan metode pembayar cash on delivery (COD).

Dengan potensi pemeretaan transaksi e-commerce di kota non-Tier 1 yang menjadi keunggulan BUKA dan berlimpahnya pendanaan pasca IPO, kami berasumsi pangsa pasar marketplace Bukalapak akan meningkat menjadi 17% pada tahun 2021-2025 dan 20% pada tahun 2026-2030.

Kami juga percaya pada estimasi Frost & Sullivan yang memproyeksikan industri O2O akan bertumbuh dengan CAGR 69% hingga tahun 2025. 5 tahun setelahnya, kami berasumsi industri O2O akan bertumbuh lebih lambat dengan CAGR 20%.

Sebagai first mover yang terus meningkatkan skala ekonomisnya, kami juga berasumsi pangsa pasar Mitra Bukalapak akan meningkat menjadi 50% pada tahun 2021-2025 dan turun menjadi 40% pada tahun 2026-2030 karena persaingan yang lebih ketat dari pemain lain yang mulai sadar “gurihnya” bisnis O2O.

Monetisasi Bertahap

Semua bisnis teknologi yang berbasis ekosistem pasti melakukan monetisasi bertahap. Mereka “membakar uang” pada R&D untuk menghasilkan produk yang menyelesaikan masalah pengguna dan marketing cost untuk menciptakan user habit.

Itulah mengapa BUKA dan pemain e-commerce lain biasanya tidak membebankan biaya pendaftaran dan menggratiskan biaya transaksi di awal-awal masa operasinya untuk menumbuhkan jumlah merchant. Setelah itu, mereka juga memberi promo agar konsumen mau bertransaksi melalui ekosistem mereka.

Semakin besar dan mature ekosistemnya, akan muncul lapisan pengguna setiap baik dari sisi merchant maupun konsumen. Di titik itulah baru perusahaan mulai mengenakan berbagai fee atau menawarkan paid service seperti iklan sebagai sumber pendapatan.

Oleh karena itu, selain peningkatan GMV/TPV, peningkatan take rate juga merupakan growth driver dari pendapatan perusahaan teknologi berbasis ekosistem seperti BUKA.

Kami berasumsi take rate marketplace Bukalapak akan meningkat secara bertahap dari 1,7% pada tahun 2020 menjadi 3% pada tahun 2030 (maturity). Kami percaya Bukalapak masih akan bertahan menjadi pemain ketiga di industri e-commerce. Dengan skala yang jauh lebih kecil di bawah Tokopedia dan Shopee, Bukalapak tidak punya pricing power untuk mengenakan transaction fee dan tarif paid service yang terlalu tinggi.

Sebagai perbandingan, take rate Shopee pada tahun 2020 sebesar 5%.

Berbeda dengan take rate Mitra Bukalapak yang meski saat ini masih 0,9%, karena usia bisnisnya masih jauh lebih muda dibanding bisnis marketplace, kami berasumsi take rate-nya akan secara bertahap naik menjadi 5% pada tahun 2030.

Mitra Bukalapak akan menjadi andalan Bukalapak untuk meningkatkan skala bisnisnya untuk meraih laba dan FCF di masa depan.

Estimasi Pertumbuhan Pendapatan

Berdasarkan growth story dan asumsi yang telah kami uraikan di atas, kami mengestimasi pendapatan konsolidasi Bukalapak akan bertumbuh dengan CAGR 43% selama 10 tahun ke depan.

Bisnis mitra akan jadi growth driver utama dengan CAGR 69%, bisnis marketplace di urutan kedua dengan CAGR 26%, dan BPI kami berasumsi hanya akan bertumbuh dengan CAGR 10%.

Operating Leverage dan Manfaat Pajak

Secepat apapun pertumbuhan pendapatan sebuah perusahaan, tidak akan ada artinya jika perusahaan tersebut tetap tidak mampu membukukan laba.

Berikut ini adalah dua story penting yang mendasari jawaban kami atas pertanyaan, “kapan Bukalapak akan membukukan laba?”

Pertumbuhan Beban < Pertumbuhan Pendapatan

Sama seperti bisnis berbasis infrastruktur seperti TLKM, JSMR, atau PGAS, bisnis teknologi berbasis ekosistem juga memiliki porsi fixed cost yang dominan. Bedanya, capital expenditure (capex) TLKM dkk bisa masuk ke neraca dan dibebankan secara bertahap sesuai usia manfaat ekonomi asetnya, sedangkan “capex” perusahaan teknologi berupa R&D dan marketing cost tidak bisa dikapitalisasi sebagai aset yang bisa diukur manfaat ekonominya dalam standar akuntansi.

Padahal, ekosistem yang menyelesaikan masalah nyata penggunanya sebenarnya punya stickiness yang menghasilkan recurring income bagi pemilik ekosistem. Sayangnya, belum ada standar akuntansi yang dapat digunakan untuk mengukur usia manfaat ekonomi dari sebuah ekosistem.

Perusahaan dengan komposisi fixed cost yang besar, memerlkukan pendapatan pada jumlah tertentu untuk bisa menutupi operational cost-nya dan membukukan laba. Lihat saja betapa sulitnya penyedia jasa telekomunikasi selain Telkomsel untuk membukukan laba.

Namun, sisi baiknya, dengan porsi fixed cost yang dominan, setelah mampu mencapai break even point, tambahan pendapatan berikutnya akan langsung jatuh ke bottom line dan meningkatkan margin laba. Inilah yang disebut sebagai operating leverage.

Analisis Break Even
sumber: kumparan.com

Operating leverage pula yang seringkali menjadi justifikasi dari willingness to pay yang tinggi dari para venture capital terhadap perusahaan teknologi yang sebenarnya masih merugi.

Dibanding tahun 2020, beban penjualan dan pemasaran BUKA sebenarnya turun 35%. Namun, menurut kami, penurunan tersebut hanya bersifat one-off dari keterbatasan dana yang bisa digalang oleh BUKA dan konsekuensi dari langkah efisiensi yang mulai dijalankan sejak paruh kedua tahun 2019.

Kami percaya, setelah dana melimpah dari hasil IPO diperoleh, manajemen BUKA akan kembali meningkatkan aksi “bakar uangnya”, tentu saja dengan lebih fokus pada bisnis Mitra Bukalapak yang terbukti mampu membuat Bukalapak bisa bertumbuh secara moderat dengan biaya akuisisi pengguna yang lebih ekonomis.

Kami berasumsi, beban penjualan dan pemasaran akan bertumbuh dengan CAGR 10%. Lalu beban umum dan administrasi juga akan bertumbuh sedikit lebih cepat dengan CAGR 12%. Seperti yang diungkapkan oleh manajemen di public expose, hal itu merupakan konsekuensi dari menjadi perusahaan publik yang harus patuh pada sejumlah aturan administrasi dan keterbukaan informasi.

Adapun beban pokok pendapatan BUKA akan bertumbuh seiring berjalan dengan pertumbuhan pendapatan BPI sebesar 10%.

Enaknya Jadi Perusahaan Rugi

Perusahaan yang merugi tidak perlu bayar pajak penghasilan badan. Enak kan?

Tidak cukup sampai di situ, perusahaan juga belum perlu membayar pajak penghasilan badan jika masih memiliki akumulasi kerugian di ekuitasnya.

Jadi, hingga akumulasi kerugian BUKA nanti berubah menjadi akumulasi laba, BUKA belum terkena beban pajak penghasilan. Hal ini membuat laba usahanya akan bisa langsung terjun ke bottom line sebagai laba bersih.

Kapan Bukalapak Bisa Membukukan Laba?

Pada tahun ketiga setelah IPO alias tahun 2023.

Itulah jawaban yang kami dapatkan setelah melakukan estimasi berdasarkan story dan asumsi yang telah kami jelaskan sebelumnya.

BUKA juga baru akan membayar pajak penghasilan pada tahun 2025.

Proyeksi kinerja keuangan BUKA

Ekspansi Ekonomis via Mitra dan Konservatisme Grup Emtek

Bukan cuma harus membukukan laba, sebuah perusahaan juga baru memiliki nilai ketika di masa depan berpotensi membagikan dividen atau setidaknya FCF. Karena selain dalam bentuk dividen, pengembalian modal kepada pemilik saham juga bisa dalam bentuk share buyback.

Nah, agar bisa membagikan dividen atau melakukan share buyback, perusahaan harus mampu menghasilkan surplus kas dari laba bersihnya setelah dikurangi kebutuhan reinvestasi.

Jadi, bukan harus menghilangkan akumulasi kerugian, untuk bisa membagikan dividen, perusahaan juga harus mammpu menghasilkan laba bersih yang lebih besar dibandingkan dengan kebutuhan tambahan modal untuk bertumbuh di masa depan.

Materi Quality Investing Course by INVESTABOOK

Karena BUKA telah menemukan strategi akuisisi pengguna yang lebih ekonomis melalui Mitra Bukalapak, kami percaya kebutuhan reinvestasi BUKA akan mampu dibiayai seluruhnya oleh laba ditahan yang mulai dihasilkan pada tahun 2023. Dengan dana melimpah yang didapatkan dari IPO, kami percaya dalam 10 tahun ke depan, BUKA tidak lagi perlu melakukan penawaran saham (right issue).

Kami juga berasumsi pada tahun 2027, 3 tahun setelah berhasil menghapuskan akumulasi rugi, BUKA akan mulai membagikan dividen dengan dividend payout ratio (DPR) 10%.

Konservatisme Grup Emtek (EMTK) sebagai pemegang saham pengendali BUKA juga menjadi salah satu pertimbangan kami. BUKA adalah pemain e-commerce pertama di Indonesia yang secara tegas ingin keluar dari perang promo dan berusaha membangun model bisnis yang lebih berkelanjutan. Aspirasi yang mulai terlihat perkembanganya pada prospektus IPO BUKA. Hal ini menurut kami didorong oleh pengalaman buruk EMTK dari kerugian investasinya di Blackberry Messenger (BBM).

Meskipun bisa jadi EMTK akan melakukan take profit sebagian atas kepemilikannya terhadap saham BUKA, kami percaya EMTK akan akan tetap hold saham BUKA dan merasakan manfaat ekonomi dari maturity-nya melalui pembagian dividen.

Risiko sebagai Pemain E-Commerce Nomor 3

Potensi dividen di masa depan adalah manfaat nyata yang didapatkan oleh investor jangka panjang. Long term capital gain ketika melakukan penjualan juga mencerminkan ekspektasi pasar terhadap potensi dividennya di masa depan.

Tidak perlu bingung dengan istilah free cash flow ya. Karena free cash flow adalah potential dividend yang karena alasan tertentu tidak dibagikan oleh manajemen dan pemegang saham pengendali. Kita bisa menggunakan free cash flow juga kita percaya manajemen lebih suka menumpuk kas atau melakukan share buyback.

Namun, potensi dividen BUKA yang baru akan dibagikan atas laba tahun buku 2027, tidak bisa disamakan nilainya dengan dividen UNVR misalnya yang akan terus dibagikan dua kali setahun.

Ada dua alasan:

Pertama, risiko bisnis BUKA sebagai high growth company yang skala ekonomisnya tidak sebesar Tokopedia dan Shopee, berbeda jauh dengan risiko bisnis UNVR yang sudah mencapai tahapan mature stable dan menjadi market leader di sejumlah kategori.

Kami akan mengenakan equity risk premium (ERP) sebesar 8% pada saat BUKA di tahap high growth dan menurunkannya menjadi 6% pada periode stable di perhitungan terminal value.

Saat artikel ini dibuat, yield obligasi pemerintah 10 tahun berada di level 6,5%. Oleh karena itu, discount rate yang akan mendiskon potensi dividen BUKA menjadi 14,5% pada periode high growth dan 12,5% pada periode stable.

Sebagai perbandingan, pada valuasi UNVR, kami menggunakan equity risk premium sebesar 1,5%.

Kedua, sama seperti pertumbuhan dividen, discount rate juga bersifat compounding. Makin lama penantian untuk mendapatkan dividen, maka faktor pendiskonnya juga akan meningkat secara eksponensial.

Terakhir, pada perhitungan terminal value, kami juga berasumsi dividen BUKA akan bertumbuh 4,5% per tahun selamanya (perpetuity growth). Tingkat pertumbuhan tersebut mencerminkan 0,5% di bawah asumsi kami terhadap pertumbuhan jangka panjang ekonomi Indonesia.

Tidak mungkin dong ada perusahaan yang bisa bertumbuh selamanya lebih cepat dibanding pertumbuhan “kue ekonomi” yang tersedia?

Inilah potensi dividen BUKA yang telah didiskon ke nilai sekarang sesuai dengan tingkat risiko bisnisnya.

Jadi, berapa nilai intrinsik BUKA?

Nilai Intrinsik Bukalapak

Dari estimasi yang kami buat dari mulai GMV, pendapatan, laba, sampai dengan dividen yang telah didiskon ke nilai sekarang, nilai intrinsik atau harga wajar untuk ekuitas BUKA adalah 13,8 triliun rupiah.

Pasca IPO, jumlah lembar saham beredar BUKA akan menjadi 103 miliar lembar saham.

Jadi, nilai intrinsik per lembar saham BUKA berdasarkan prospek fundamentalnya adalah 134 rupiah. Nilai intrinsik tersebut mencerminkan 10x pendapatan BUKA pada tahun 2020.

Sudah sangat jelas, harga penawaran IPO BUKA yang berkisar 750-850 rupiah extremely overvalued. Dengan harga tengah sebesar 800 rupiah saja, harga penawaran tersebut mencerminkan 61x pendapatan BUKA pada tahun 2020.

Apakah itu berarti harga saham BUKA setelah IPO akan anjlok dan cenderung stagnan seperti Uber, Doordash, dan Coupang? Tiga unicorn binaan Softbank yang IPO pada tahun 2019, 2020, dan 2021.

Grafik saham Uber Doordash dan Coupang

Belum tentu juga!

Dalam jangka pendek, harga saham digerakkan oleh supply and demand pelaku pasar terhadap saham tersebut. Jika, masih banyak yang ingin membeli saham BUKA di pasar sekunder, maka harga saham BUKA pun akan cenderung meningkat dan begitu pun sebaliknya.

Namun, dalam jangka panjang, ekspektasi terhadap harga penawaran BUKA saat ini sulit dijustifikasi. Potensi BUKA ke depan bukan cuma sudah tercermin di harganya saat ini, tetapi bahkan dinilai terlalu optimis dibanding yang sebenarnya mungkin mereka berikan di masa depan.

Kamu bisa melakukan number crunching dengan model valuasi yang kami buat untuk membuat valuasi versimu sendiri.

Namun, kami ragu kamu bisa memasukkan story dan asumsi yang masuk akal dengan harga penawaran BUKA saat ini.

  • GMV e-commerce dan O2O yang tumbuh lebih cepat?
  • Pangsa pasar BUKA bisa mengalahkan Tokopedia dan Shopee?
  • Take rate yang lebih tinggi?
  • Pertumbuhan beban yang lebih lambat?
  • Pembagian dividen yang lebih cepat dengan DPR yang lebih tinggi?
  • Risiko bisnis yang lebih rendah?

Silakan kamu coba sendiri. Tidak perlu berusaha terlalu presisi, yang penting masuk akal.

It is better to be roughly right than precisely wrong.

John Maynard Keynes

Itulah mengapa kami suka discounted cashflow (DCF) berbasis story. Dengan asumsi yang eksplisit, subjektivitas valuasimu menjadi bisa dibantah dan diperdebatkan.

Rasio pasar seperti PE, PBV, EV/EBITDA, Price to Sales memang lebih mudah digunakan, tetapi juga lebih mudah disalahgunakan untuk menjustifikasi asumsi implisit yang bisa jadi tidak masuk akal.

Jadi, masih mau ikut IPO BUKA atau enggak nih?

Pilihan ada di tanganmu!

Semoga analisis dan valuasi kami membantu!


DISCLAIMER:

Artikel di atas dibuat semata untuk tujuan penyediaan referensi dan edukasi, bukan rekomendasi untuk keputusan keuangan dan investasi tertentu. Setiap pihak bertanggung jawab penuh atas keputusan keuangan dan investasi yang dibuatnya sendiri.

Artikel dibuat berdasarkan sumber-sumber yang dapat dipertanggungjawabkan dan dimuat sebagaimana adanya.

Alfisyahrin

Investor aktif sejak 2018. Suka ngulik data dan mengenali pola sejak kuliah di Sosiologi Universitas Indonesia. Percaya tentang pentingnya kualitas dalam berbagai urusan, termasuk dalam investasi. Sangat tertarik pada titik temu antara keuangan, media, dan teknologi.

Bagikan dan Diskusikan

Telegram
WhatsApp
Twitter
Facebook
5 2 votes
Rating Analisis
Subscribe
Notify of

Insight Menarik Lainnya

3
0
Would love your thoughts, please comment.x
()
x

Rekap Laporan Keuangan Sudah Terkirim!

Silahkan cek email kamu!