Salah satu buku yang menemani perjalanan investasi saya di tahun 2020 adalah Beating The Street. Buku tersebut ditulis oleh Peter Lynch, sosok yang dikenal sebagai fund manager Fidelity Magellan Fund. Dia mengambil alih kepemimpinan saat masih berusia 33 tahun di tahun 1977. Kesuksesannya selama 13 tahun memimpin Magellan Fund dengan CAGR hingga 29% memberinya kesempatan untuk pensiun di usia yang relatif muda, yaitu 46 tahun. Tidak banyak yang tahu, Peter Lynch juga mengelola dana pensiun perusahaan-perusahaan besar pada saat itu, misalnya Kodak, Ford, dan Eaton.
Dalam buku Beating The Street, Peter Lynch berusaha mengupas beberapa miskonsepsi yang sering menjebak investor retail atau investor individu. Saya pribadi merasa buku ini bisa cocok untuk mereka yang berminat masuk ke kategori enterprising investor menurut Benjamin Graham. Yaitu, investor yang bersedia menggunakan waktunya untuk tekun berpikir mandiri dalam membangun analisis sebelum berinvestasi demi mendapatkan hasil yang lebih dari rata-rata pasar.
Kita mulai dari miskonsepsi pertama, yaitu investor individu harus meniru pergerakan institusi besar di pasar modal.
Peter Lynch menekankan bahwa investor individual lebih baik fokus pada keistimewaan yang mereka miliki. Misalnya, tidak ada aturan yang mengikat investor individu. Pada era Peter Lynch, sebuah institusi mutual funds tidak boleh mengalokasikan dana lebih dari 5% dalam satu emiten. Peraturan semacam ini tentu tidak relevan dengan investor individu.
Sebagai investor individu, kita sebaiknya hanya memegang saham sejauh mana kita bisa melakukan analisis dan mengikuti perkembangan perusahaan yang kita investasikan. Di sisi lain, jika kita merasa belum menemukan peluang dari perusahaan yang “salah harga”, kita bisa memilih untuk menunggu dan menjauhi risiko kehilangan uang di pasar modal.
Selain itu, perlu disadari bahwa investor individu, terutama yang masih dalam usia produktif, memiliki keistimewaan waktu. Kita memiliki waktu lebih lama untuk menyimpan emiten yang kita yakini. Sementara itu, institusi besar terus bersaing satu sama lain karena mereka harus terus meningkatkan performa setiap tahun demi meningkatkan jumlah nasabah mereka.
Miskonsepsi kedua adalah investor individu harus sering-sering berinvestasi mengikuti apa yang sedang “panas”.
Peter Lynch berusaha mengingatkan mereka yang suka berspekulasi hanya dengan insting. Mengutip dari bukunya:
“They buy IBM because they sense it’s overdue for a comeback, or they buy a biotech stock or a riverboat casino stock because they’ve heard it’s ‘hot’”.
Dia menekankan bahwa berinvestasi pada perusahaan yang tidak kita tahu adalah keputusan terburuk. Sayangnya, banyak orang terjebak pada aktivitas yang mereka rasa investasi, padahal spekulasi. Tidak jarang orang-orang menyalahkan pasar, tapi Peter Lynch heran tidak banyak orang yang belajar dan malah terus menerus kehilangan uang di pasar modal.
Peter Lynch berbagi berbagai prinsip investasi disertai dengan beragam contoh yang dia yakin bisa memberi kesuksesan bagi investor individu untuk “mengalahkan” pemain besar di pasar modal dan menghindari spekulasi berisiko yang tidak perlu.
1. Do Your Homework.
Salah satu cerita yang sangat menarik adalah tentang portofolio virtual siswa sekolah St. Agnes di Massachusetts, Boston, di tahun 1990. Murid-murid SMP di sekolah itu mendapat pelajaran berinvestasi dari guru mereka yang membagi kelas menjadi empat kelompok. Setiap kelompok mendapat dana virtual sebesar 250 ribu US dollar yang bebas mereka kelola. Pilihan-pilihan anak-anak itu terlihat sederhana jika dilihat dalam perspektif hari ini. Misalnya nama-nama seperti Wal-Mart, Nike, Disney, LA-Gear, Pepsi-Co, serta beberapa perusahaan lainnya. Portofolio virtual tersebut memberikan imbal hasil hingga 69% dalam dua tahun, ketika S&P 500 “hanya” bertumbuh 26%. Peter Lynch secara tidak langsung mengajarkan untuk belajar dari rasa penasaran anak-anak.
Apa yang dilakukan anak-anak tersebut adalah contoh serius dari ajaran umum untuk berinvestasi di hal-hal yang kita ketahui (invest in what you know). Peter Lynch mengingatkan untuk tidak sekadar tahu, tapi benar-benar tahu dan memahami perusahaan yang ingin kita investasikan. Misalnya, paham siapa pemiliknya, siapa saja konsumennya, dan bagaimana kompetisi dari produk atau jasa yang kita pikir kita tahu itu.
Selain itu, Peter Lynch menyatakan begitu pentingnya kita memilih sebuah saham bukan hanya harganya yang murah. Investor seharusnya melakukan analisis sendiri dari ide awal yang mereka pikirkan sebelum yakin untuk menginvestasikan uang mereka.
“You should not buy a stock because it’s cheap, but because you know a lot about it.” – Peter Lynch
Pesan tersebut mengantarkan pada cerita berikutnya tentang pertengahan karirnya bersama Magellan.
2. Fokus pada Bisnis, bukan Harga Saham.
Dalam pekerjaannya sebagai fund manager, Peter Lynch bertugas untuk menggali beragam perusahaan dengan mendalam. Selain itu, dia juga bertanggung jawab untuk seluruh transaksi jual beli yang dilakukan institusinya. Walau dalam eksekusinya lebih banyak dilakukan oleh anggota timnya, kurang lebih satu jam per hari dalam karir profesionalnya tetap dialokasikan untuk melakukan dan mengawasi transaksi (trading). Tapi dia sendiri berharap tidak terlalu banyak melakukannya.
Dalam bukunya dia berujar, jika bisa memilih, hanya 10 menit yang ia sediakan untuk terlibat dalam transaksi, 50 menit sisanya akan dia gunakan untuk lebih banyak mempelajari perusahaan. Dia yakin, investor individu sebaiknya fokus pada perusahaan, bukan pada kode saham dan harganya. Jika kita ingin berhasil dalam berinvestasi, Peter Lynch sangat menyarankan untuk rajin mengikuti dan memeriksa pergerakan dari perusahaan tempat kita menanam investasi kita.
“Along the way, I’ve also learned to think of investments not as disconnected events, but as continuing sagas, which need to be rechecked from time to time for new twists and turns in the plots. Unless a company goes bankrupt, the story is never over.” – Peter Lynch
Di bab lain di buku itu Peter Lynch juga mengungkapkan bahwa cerita dari setiap perusahaan akan terus berubah, bisa lebih baik atau lebih buruk. Kitalah yang harus mengikuti alur perubahan itu dan membuat keputusan yang rasional. Menurut saya sebagai investor pemula, mengikuti cerita minimal bisa dilakukan dengan memantau rilisan public expose dari perusahaan dan tentu saja wajib memeriksa laporan keuangan. Selain itu, akan lebih baik jika kita bisa mengulik lebih dalam (scuttle butt) bagaimana kinerja produk atau jasa dari perusahaan yang kita investasikan.
Peter Lynch menyarankan melakukan check-up setiap enam bulan dan setahun sekali. Kita tidak bisa sekadar mengikuti berita dari media kemudian berasumsi. Kita perlu menjawab beberapa pertanyaan dasar, seperti:
- Apa yang perusahaan lakukan untuk meningkatkan keuntungannya?
- Apakah di enam bulan ke depan dan di tahun mendatang perusahaan ini masih bisa meningkatkan performa?
- Apakah perusahaan ini relatif masih di harga yang menarik?
Jika daftar pertanyaan sulit kita jawab, selanjutnya kita harus bertanya kepada diri sendiri mengapa kita masih berinvestasi di perusahaan tersebut?
Jawaban dari beragam pertanyaan tersebut sebaiknya bisa kita tulis dalam jurnal investasi kita sendiri. Peter Lynch juga sangat menyarankan para investor untuk memiliki catatan personal tentang berbagai perusahaan yang diikuti, baik kita miliki sahamnya atau tidak.
“Every stock-picker could benefit from keeping such a notebook of stories. Without one, it’s easy to forget why you bought something in the first place.” – Peter Lynch.
Peter Lynch juga banyak berbagi cerita tentang mencari keuntungan dari perusahaan yang sedang bertumbuh, tapi juga mengingatkan bahwa pertumbuhan tersebut juga sebaiknya bisa berlangsung dalam jangka waktu yang lama dan relatif stabil.
Di tengah ramainya perbincangan seputar growth-stocks akhir-akhir ini, pelajaran Peter Lynch tentang saham Body Shop sekitar tahun 1991 saya rasa relevan. Pada saat itu, harga saham Body Shop dijual dengan harga 40x earnings. Analisis Peter Lynch meyakini potensi pertumbuhan perusahaan Body Shop di kisaran 25 – 30%. Pertanyaan yang harus coba dijawab oleh investor adalah apakah perusahaan tersebut sanggup untuk bertumbuh sesuai ekspektasi, hingga setidaknya mendekati pertumbuhan harga sahamnya?
“Here’s the key question to ask about risky yet performing stocks: if things go right, how much can I earn? What’s the reward side of the equation?” – Peter Lynch
Jika memang kita tidak nyaman dengan risiko yang ada, tidak ada salahnya membiarkan uang kita menunggu kesempatan yang lebih baik. Peter Lynch berulang kali menekankan pada pemahaman akan perusahaan. Jika kita telah cukup mempelajari hingga 5 perusahaan, setidaknya kita bisa menemukan 1 perusahaan dengan story yang bisa kita yakini.
Jika kita sanggup untuk terus belajar hingga 50 perusahaan, bukan tidak mungkin ada 5 perusahaan yang berpotensi untuk masuk ke portofolio kita. Dengan mempelajari beragam perusahaan kita juga memperbesar peluang untuk mendapatkan cerita yang tidak banyak dilihat orang, termasuk institusi besar.
Dalam waktu beberapa bulan atau bahkan beberapa tahun, seringkali memang tidak ada korelasi antara kesuksesan perusahaan dengan harga sahamnya. Namun, dalam jangka panjang, akan ada korelasi positif antara pertumbuhan perusahaan dengan pertumbuhan harga saham. Keistimewaan untuk berinvestasi jangka panjang harus dipahami investor individu yang siap untuk terus belajar.
3. Abaikan Noise
Peter Lynch sangat meyakini bahwa dalam jangka panjang, sebuah portofolio berisi saham-saham yang dipilih sebijak mungkin akan berhasil mengalahkan imbal hasil obligasi dan pasar uang, dan bukan tidak mungkin mengalahkan indeks. Investor individu juga memiliki keuntungan untuk hanya memilih saham yang benar-benar dia mengerti dan dia yakini.
Tidak perlu melakukan diversifikasi berlebihan, karena seringkali hanya sedikit saham pemenang yang layak menjadi bagian dari portofolio kita. Sebisa mungkin, saham yang kita miliki adalah saham-saham pemenang yang ceritanya benar-benar sanggup kita ikuti. Kita juga sebaiknya hanya melakukan aksi jual beli sesuai kriteria yang kita tetapkan, bukan karena pengaruh berita di media yang jarang mengupas dengan dalam cerita di balik angka-angka. Perlu kita ingat bersama, sekuritas bisa jadi pihak yang lebih diuntungkan lewat biaya transaksi dari aktivitas jual beli yang terlalu sering kita lakukan.
Memang, kita seringkali mudah terjebak kekhawatiran yang tidak perlu. Misalnya, seperti isu tapering dan prediksi kenaikan suku bunga. Peter Lynch juga termasuk sosok yang menyarankan untuk membaca sedikit berita dan berbagai prediksi seputar pasar modal.
Investor perlu membiasakan diri untuk melakukan aksi jual jika sisi fundamental perusahaan sudah tidak sesuai dengan conviction saat pembelian, atau ketika sudah tidak meyakini potensi pertumbuhan perusahaan. Tidak ada yang bisa memprediksi masa depan dengan tepat. Jauhi berbagai prediksi itu dan berkonsentrasilah pada apa yang terjadi di perusahaan yang kita investasikan.
Apalagi, koreksi memang merupakan hal yang wajar di pasar modal. Memang, mungkin beberapa tahun sekali akan ada koreksi besar berupa black swan event seperti pandemi di tahun 2020. Apa yang telah terjadi seharusnya memberi kita pelajaran untuk lebih bersiap. Walau mungkin tidak semua orang bisa tahan dengan fluktuatifnya pasar modal.
“Everyone has the brainpower to make money in stocks. But, not everyone has the stomach. If you are susceptible to selling everything in panic, you ought to avoid stocks.” – Peter Lynch
Menurut Peter Lynch, jika kita sudah melakukan analisis kita dengan benar, adanya koreksi seharusnya dipandang sebagai kesempatan. Koreksi pasar menjadi kesempatan untuk menambah posisi di saham yang kita minati di harga yang lebih murah ketika mereka yang panik memilih untuk menjual.
Yang menarik, Peter Lynch juga berbagi berbagai kesalahan yang dia juga lakukan, termasuk pelajaran menyakitkan baginya yang juga sempat menjual saham terlalu cepat. Dia menjadikan itu sebagai bahan pelajaran bagi dirinya sendiri dan banyak investor lewat buku-buku yang dia tulis. Bahkan di tahun 1989, Warren Buffett menelepon Peter Lynch untuk “meminjam” kalimat Peter Lynch di laporan tahunan Berkshire Hathaway.
“Selling your winners and holding your losers is like cutting the flowers and watering the seeds.”
Semoga, kita juga bisa belajar dari kesalahan-kesalahan investor yang telah lalu dan juga kesalahan kita sendiri.
Buku Beating The Street bisa menjadi pelengkap bagi kita yang berminat untuk semakin serius menjadi enterprising investor. Beragam pelajaran lainnya dari perjalanan Peter Lynch sebagai fund manager yang sukses tentu bisa menjadi referensi yang bermanfaat bagi investor individu.
Mau dapet panduan investasi saham untuk pemula, watchlist saham potensial, dan teman diskusi sefrekuensi? Yuk langganan Paket Belajar INVESTABOOK. Dapatkan potongan harga 15% untuk pembelian pertama dengan membuat akun.