Pandemi COVID-19 membuat transformasi digital menjadi sebuah keharusan, bukan lagi pilihan, bagi bank dan juga berbagai bisnis lainnya.
Penggunaan teknologi digital yang semula dilakukan karena pembatasan mobilitas, kini justru menjadi peluang baru untuk meningkatkan value proposition sekaligus menurunkan operational cost.
Contoh sederhana, kini, semakin banyak transaksi perbankan yang dilakukan melalui internet dan mobile banking.
Pada 9M 2021, untuk pertama kalinya, nilai transaksi di internet banking BBCA melebihi nilai transaksi di cabang. Nasabah korporasi dan high net worth individual (HNWI) semakin terbiasa untuk melakukan transaksi dengan nilai besar secara digital.
Volume transaksi di cabang BBCA pun turun 29% secara year on year.
Namun, bagaimana dengan nasabah mikro di kota kecil dan perdesaan? Apakah mereka juga akan bisa segera beradaptasi dengan teknologi digital?
Hal ini mungkin terdengar counter intuitive untuk kita yang tumbuh besar atau bahkan lahir dengan perkembangan teknologi digital yang begitu pesat. Teknologi yang canggih bisa menjadi manfaat yang tidak diperlukan atau bahkan justru tambahan beban.
Karena itulah, transformasi digital harus dirancang dan dieksekusi dengan memperhatikan kebutuhan dan kondisi stakeholder, nasabah dan pegawai, bukan cuma sekadar ikut-ikutan tren.
Bagi nasabah HNWI, simplicity dan reliability dari mobile BCA lebih valuable dibanding kecanggihan fitur yang ditawarkan oleh Jenius atau Jago. Mereka juga tidak terlalu peduli dengan gimmick promo ala Bank Neo Commerce.
Hal serupa juga kami lihat dalam proses digitalisasi yang tengah dijalankan oleh BTPN Syariah (BTPS). Seperti branding mereka sejak 2019: TEPAT.
Seperti apa sebenarnya digitalisasi yang tengah dan akan dikerjakan oleh BTPS? Apa dampaknya pada potensi value creation-nya di masa depan?
Mari kita bahas!
Yuk Lanjut Baca
INVESTABOOK Insight
Langganan & Akses 250+ Insight Lainnya
Jika sudah berlangganan, kamu bisa login di sini!