Berkembangnya era internet dan teknologi informasi membawa perubahan besar dalam bisnis advertising. Mulai dari online banner sampai ke artificial intelligence, digital ad sudah sangat berkembang menjadi bagian yang tidak bisa dipisahkan dari kegiatan perdagangan (commerce).
Digital ad pertama kali muncul di tahun 1994 berupa online banner di website Hotwired Magazine yang juga pemain pertama dalam bisnis majalah online. Ajaibnya online banner tersebut – dengan sedikit taktik clickbait – menghasilkan 44% click-through rates.
Digital ad semakin pesat berkembang dengan kehadiran Google dengan Google Adwords dan Facebook dengan Facebook Flyers di awal tahun 2000-an.
Google yang berhasil mengambil posisi search engine nomor 1 dari Yahoo meluncurkan search ad pertama dengan Google Adwords di tahun 2000.
Di sisi lain, Facebook sudah memainkan playbook yang berbeda sejak awal. Tahun 2006 Facebook meluncurkan Facebook Flyers yang berfokus pada display ad berdasarkan demografis dan minat pengguna aplikasinya.
Untuk pertama kalinya di tahun 2019, porsi promosi menggunakan digital ad lebih besar dari traditional ad (televisi, majalah, koran dan lain-lain) dan diproyeksikan akan tetap bertumbuh.
Dengan total biaya yang dikeluarkan untuk promosi menggunakan digital ad sebesar $ 492 miliar, ini menunjukkan peningkatan hampir 7x lipat selama 11 tahun (tahun 2010 sebesar $ 68,4 miliar).
Di US – negara dengan GDP terbesar di dunia dan penyumbang sebagian besar pendapatan Facebook – juga menunjukkan pertumbuhan biaya yang dikeluarkan untuk digital ad. Bahkan pertumbuhan porsi digital ad di US diproyeksikan lebih besar dibanding rata-rata dunia.
Dengan landscape bisnis digital ad yang terus bertumbuh lebih dari 2 dekade, Facebook sebagai market leader menunjukkan kinerja bisnis yang luar biasa.
ROE Facebook yang “hanya” 11% di tahun 2013 juga bertumbuh menjadi 31% di tahun 2021.
Inilah keajaiban dunia ke-8! Compounding business.
Di tengah perkembangan era internet dan proses digitalisasi berbagai industri, tentunya bisnis digital ad yang sangat profitable akan mengundang kompetitor perusahaan technology service lain untuk masuk. Ada gula ada semut, ungkapan yang selalu relevan sepanjang masa.
Keunggulan kompetitif atau business moat menjadi faktor penting agar perusahaan dapat menjaga profitabilitas bisnisnya dari kompetitor. Layaknya sebuah kastil yang dikelilingi parit agar tidak mudah diserang lawan.
“The most important thing is trying to find a business with a wide and long-lasting moat around it. Protecting a terrific economic castle with an honest lord in charge of the castle.”
Warren Buffett
Prospek bisnis digital ad, business moat dan alokasi kapital manajemen menjadi kunci Facebook dapat terus meng-compounding bisnisnya dalam jangka panjang di tengah persaingan.
Seperti apa peta persaingan bisnis digital ad dunia? Bagaimana Facebook membangun business moat-nya? Bagaimana prospek dan resiko Facebook kedepannya?
Take your notes! We will learn how powerful Facebook is.
Mau baca Insight tentang Saham US dan >180 Insight keuangan lainnya? Yuk gabung komunitas dan diskusi bersama di Quality Investor Club!
From Commerce to E-Commerce
Penggunaan digital ad sudah diterapkan pada sistem perdagangan offline (commerce) oleh berbagai perusahaan korporasi, contohnya saja MYOR yang selalu mengalokasikan 70-85% beban penjualannya untuk iklan dan promosi.
Tetapi kehadiran sistem perdagangan online atau e-commerce membawa era baru.
- Jangkauan penjualan yang lebih luas, bahkan UMKM pun dapat menjual produknya ke luar negeri.
- Lebih feasible bagi pembeli karena memutus masalah waktu dan jarak untuk membeli barang.
- Lebih mudah untuk penjual menemukan product-market fit.
Penyedia platform e-commerce pun juga semakin “memanjakan” penggunanya dengan UI/UX dan berbagai promo yang membuat penjualan online jauh lebih tinggi dibanding offline. Tidak heran jika e-commerce semakin membesar dan mengambil porsi kue penjualan offline.
Secara total penjualan di dunia, porsi penjualan e-commerce sudah meningkat lebih dari 3x lipat hanya dalam 7 tahun. Dari 6,3% di tahun 2012 menjadi 19,6% di thaun 2021.
Di US juga – negara dengan value transaksi e-commerce terbesar ke-2 setelah Cina – penjualan e-commerce sudah meningkat lebih dari 2x lipat dalam 7 tahun dari 6,6% menjadi 15,3%.
Pandemi COVID-19 menjadi pemicu percepatan penjualan e-commerce, baik di US maupun seluruh dunia. Semakin banyaknya pihak penjual dalam platform e-commerce membuat peran digital ad semakin penting untuk mengakuisisi pembeli di tengah persaingan yang ketat.
The Holy Grail
Digital ad bagaikan sebuah holy grail yang menghadirkan solusi dari permasalahan traditional ad, yaitu measurable atau dapat diukur.
Traditional ad seperti televisi, koran, majalah, dan brosur bekerja secara spray and pray. Memasang iklan seluas-luasnya dan berdoa akan membuahkan hasil penjualan yang sepadan.
“I know half of my ad budget is wasted, but I don’t know which half.”
Bayangkan ketika perusahaan Bir Bintang menggunakan traditional ad seperti televisi atau radio. Hasilnya?
Anak sekolah dasar, ibu hamil atau sedang menyusui dan orang dewasa usia 25-50 tahun menonton iklan yang sama.
Sangat tidak efisien!
Televisi dan radio hanya bisa memberikan perkiraan jumlah penonton atau pendengar dan jam tayangnya, tanpa ada data berapa yang berhasil dan berapa yang gagal.
Sedangkan dengan menggunakan digital ad, pengiklan dapat menentukan audience target yang potensial sesuai tujuan, seperti meningkatkan brand awareness, mengumpulkan data traffic pengunjung dan conversion rate yang mengukur berapa penjualan yang terjadi dari setiap biaya yang dikeluarkan untuk pemasangan iklan.
Digital Ad Playbook
Secara garis besar, digital ad bisa dibagi menjadi 3 kategori yaitu: searching platform, social network dan streaming media.
Searching Platform
Search ad adalah playbook utama Google (dan search engine lainnya) serta Amazon (dan e-commerce lainnya). Iklan website yang dipasang Google Adwords atau produk yang dipasang Amazon Ad akan muncul pada bagian paling atas pencarian.
Jika dianalogikan, search ad seperti pengiklan yang menyewa ruko di kawasan yang ramai calon pembeli. Faktor kunci pemain search ad adalah traffic user yang tinggi. Karena siapa juga yang mau memasang iklan di tempat yang sepi?
Google yang menguasai 86,6% market share search engine serta Alibaba dan Amazon dengan monthly active users (MAU) e-commerce terbesar pertama dan ketiga di dunia sudah jelas menjadi pemain dominan dalam penyedia search ad.
Social Network
Sesuai namanya, penyedia jenis ad ini adalah platform social network seperti Facebook, Instagram, Twitter dan LinkedIn. Umumnya social network ad berupa display ad berupa gambar atau video yang muncul di masing-masing platform.
Menggunakan social network ad seperti menyewa jasa ahli marketing yang sangat paham wilayah operasionalnya dan memiliki daftar panjang high potential customer.
Facebook adalah pemain yang sangat dominan sebagai penyedia social network ad. Dengan family app-nya – Facebook, WhatsApp, Instagram dan Messenger – Facebook per 2021 memiliki total 3,6 miliar family MAU. Selanjutnya disusul oleh Twitter dengan 463 juta MAU dan LinkedIn dengan 310 juta MAU.
Streaming Media
Mirip seperti social network ad, jenis iklan ini umumnya berupa display ad yang muncul saat menonton video di platform streaming media seperti Youtube dan TikTok.
Contoh di atas adalah bumper ads Youtube, iklan pendek yang harus kita tonton sebelum video dimulai dan tidak bisa di-skip.
Setiap katerogi memiliki keunggulannya untuk mencapai goals tertentu dari pengiklan.
Search ad unggul untuk tujuan conversion (berapa banyak penjualan yang terjadi dari setiap iklan yang ditayangkan) dan traffic (mengarahkan orang untuk berkunjung ke website atau aplikasi). Alasannya sudah jelas, orang mencari di search engine karena sudah memilik tujuan dan niat terlebih dahulu.
Social network ad unggul untuk tujuan engagement (reaksi terhadap iklan dan konten seperti likes, share atau save), lead (meningkatkan keinginan calon pelanggan terhadap suatu produk atau jasa) dan retargeting (menyajikan kembali iklan kepada calon pelanggan yang belum atau tidak jadi menyelesaikan transaksi).
Dan terakhir, streaming media ad unggul untuk tujuan reach (banyaknya orang yang melihat iklan) dan impression (banyaknya iklan ditampilkan). Pemain utama streaming media ad – Youtube – memiliki 1,4 miliar aktif pengguna harian (daily active user, DAU) dan hampir 5 miliar video yang ditonton setiap harinya.
Facebook: The New Rising Star
Coba rekan-rekan investor bertanya ke teman atau kenalan yang bekerja di bidang digital marketing, platform ad apa yang paling sering mereka gunakan?
Kami yakin sebagian besar pasti Google Ad dan Facebook Ad (termasuk Instagram Ad). Kenyataannya memang 2 perusahaan itulah yang sekarang memegang setengah market share advertising di dunia (duopoly).
Bedanya, Facebook tidak langsung menjadi pemain dominan. Google yang lahir 4 tahun lebih dahulu sudah membangun kerajaan bisnis digital ad yang mendunia.
Market share Google bahkan 3x lipatnya Facebook di tahun 2015 lalu. Bayangkan memiliki bisnis yang menguasai sepertiga market share seluruh dunia.
Tetapi seperti yang disinggung di awal artikel, bisnis digital ad yang sangat profitable akan mengundang kompetitor perusahaan technology service lain untuk masuk.
Kerajaan Majapahit yang sempat menguasai hampir seluruh Indonesia pun berangsur-angsur mulai melemah kerajaannya.
Semakin besarnya pertumbuhan e-commerce dan traffic yang disediakannya membuat porsi kue Google semakin kecil. Ditambah lagi Facebook ad (dan Instagram ad) dengan keunggulan yang menonjolkan taktik personalized ad-nya bertumbuh dengan cepat, market share Facebook meningkat hampir 2x lipat hanya dalam 5 tahun.
Facebook dan Personalized Ads
Sebagian besar orang tidak suka melihat iklan, apalagi jika iklan yang ditampilkan bersifat spamming, tidak relevan dan menggangu bagian utama isi website tersebut.
Namun banyak juga orang-orang yang suka melihat iklan, terlebih jika iklan tersebut relevan dan jumlahnya tidak terlalu banyak, dibanding harus mengeluarkan uang untuk mengakses konten di internet.
Sejak awal peluncuran Facebook Ad di tahun 2006, Facebook sudah memainkan playbook yang berbeda dengan fokus mengembangkan personalized ad berdasarkan data demografi dan psikografi pengguna aplikasi Facebook (dan Instagram yang diakuisisi tahun 2012).
Secara penyajian streaming media mirip dengan social network, yaitu display ad yang muncul saat kita menonton video Youtube atau menggeser stories Instagram.
Tetapi secara prinsip bagaimana iklan bekerja, streaming media sama dengan searching platform yaitu high-intent based. Iklan yang muncul di layar kita adalah berdasarkan apa yang kita cari dan apa yang pernah kita tonton.
Sedangkan prinsip kerja social network adalah look-alike behavior. Platform social network mengetahui apa yang pengguna suka, reaksi pengguna terhadap suatu iklan serta kapan dan bagaimana pengguna saling berinteraksi, lalu informasi tersebut diolah menjadi acuan seperti apa iklan yang kemungkinan besar cocok dengan penggunanya.
Informasi inilah yang menjadi keunggulan Facebook dan tidak bisa ditiru Google dan Youtube.
Selain informasi pengguna family app-nya, Facebook juga bekerja sama dengan website dan aplikasi pihak ketiga lain melalui Facebook Pixel. Facebook Pixel merekap informasi traffic pengunjung website atau pengguna aplikasi tersebut seperti berapa lama mengunjungi website dan halaman website yang mana yang sering dibuka.
Keunggulan Facebook juga berasal dari skala family app-nya yang semakin besar.
Di balik angka penjualan dan laba yang compounding, terdapat konsep bisnis yang compounding juga. Stories behind numbers.
Meskipun sering diterpa berita buruk mengenai privasi data dan boikot aplikasi, tetapi kenyataannya pengguna aplikasi Facebook dan Family App (Facebook, Instagram dan WhatsApp) terus bertambah tiap tahunnya.
Per 2021, pengguna aplikasi Facebook sendiri sudah mencapai 2,9 miliar. Sedangkan pengguna family app mencapai 3,58 miliar atau setara 45,6% total penduduk dunia.
Inilah senjata pamungkas Facebook, it gives net positive for all Facebook’s stakeholders!
Future Prospects and Risks
Digital Ad
Segmen advertising Facebook masih menjadi sumber pendapatan utama mencapai 98-99% total pendapatan. Selain itu, Facebook juga mendapatkan 1-2% porsi pendapatan dari penjualan perangkat VR & AR atau komisi sistem pembayaran yang termasuk dalam segmen lainnya.
Meskipun ukuran perusahaan yang besar dan termasuk top 10 market cap di US, Facebook tetap memiliki growth bisnis yang tinggi setiap tahunnya.
Selama 7 tahun terakhir, bisnis digital ad Facebook bertumbuh seirama dengan peningkatan porsi penjualan e-commerce dan digital ad spending dunia.
Menurut analisis kami, irama ini akan terus berlangsung. Terutama pandemi COVID-19 yang menjadi pemacu adopsi belanja online di seluruh dunia. Dengan porsi penjualan e-commerce yang baru 19,6% dari total penjualan retail, tentu ruang pertumbuhan masih sangat luas kedepannya.
Berdasarkan proyeksi eMarketer, di tahun 2025 porsi penjualan e-commerce akan meningkat 25% dan biaya yang dikeluarkan untuk promosi menggunakan digital ad akan meningkat 60%.
Adopsi penjualan online ini pun akan menjadi tailwind bagi pertumbuhan Facebook yang besar kedepannya.
WhatsApp’s Monetization
Sudah sejak 2016 WhatsApp memberikan banyak fitur bagi penggunanya secara gratis. Tetapi beberapa tahun terakhir, Facebook mulai menerapkan playbook monetisasi WeChat yang sudah lama diterapkan oleh Tencent di China.
Pengiklan yang menggunakan Facebook Ad dan Instagram Ad dapat menghubungkan kontak WhatsApp bisnisnya agar komunikasi dengan calon pelanggan menjadi lebih mudah.
Dilengkapi dengan WhatsApp Pay untuk metode pembayaran in-app juga memberikan nilai praktis bagi pengiklan dan calon pelanggannya. Selain itu, WhatsApp juga menyediakan enterprise customer service dari berbagai perusahaan seperti bank, maskapai penerbangan dan lain-lain.
Dengan posisi WhatsApp sebagai aplikasi pengirim pesan terbesar di dunia, tentu potensi pendapatan Facebook dari monetisasi WhatsApp sangat besar.
Jika monetisasi ini berhasil, posisi Facebook akan semakin kuat karena pengiklan dan pengguna aplikasinya akan semakin bergantung pada Facebook.
Threat of iOS 14
Sejak versi iOS 14, Apple menerapkan App Tracking Transparency (ATT) yang mengharuskan setiap aplikasi mendapatkan izin dari pengguna untuk melakukan aktivitas pelacakan.
Kebijakan privasi baru dari Apple membuat Facebook dan pengiklan lebih sulit mengukur keberhasilan konversi di luar ekosistem Facebook (misalnya download aplikasi) dan melakukan penargetan tertentu terhadap perilaku di luar ekosistem (misalnya pengunjung website).
Mengingat besarnya pengguna iPhone di dunia akan sangat berpengaruh dalam proses pengolahan data Facebook Ad.
FYI, Apple adalah pemegang market share merek smartphone terbesar ke-2 di dunia dan setengah pengguna smartphone US menggunakan Iphone.
– – – – –
Tanpa memperhitungkan potensi Metaverse pun, bisnis utama digital advertising Facebook sudah sangat kokoh dengan potensi pertumbuhan yang masih besar.
Dengan personalized ad-nya, Facebook akan terus memberikan the right content to the right potential customer at the right time.
DISCLAIMER:
Artikel di atas dibuat semata untuk tujuan penyediaan referensi dan edukasi, bukan rekomendasi untuk keputusan keuangan dan investasi tertentu. Setiap pihak bertanggung jawab penuh atas keputusan keuangan dan investasi yang dibuatnya sendiri.
Penulis memiliki posisi investasi di saham META. Artikel dibuat berdasarkan sumber-sumber yang dapat dipertanggungjawabkan dan dimuat sebagaimana adanya.