Saham PTBA selama ini dikenal sebagai saham pembagi dividen besar. Dalam 2 tahun terakhir, PTBA membagikan seluruh laba bersihnya dalam bentuk dividen.
Ditambah dengan laba “durian runtih” dari peningkatan harga batu bara acuan dan ekspektasi pasar yang rendah pada saham PTBA dan saham-saham batu bara lain secara umum (kecuali BYAN), membuat investor PTBA bisa mendapat dividend yield yang sangat besar.
Dari dividen tahun buku 2021 dan 2022 saja, investor yang membeli saham PTBA di harga Rp 4.000 masih mendapatkan total divided yield sebesar 45%. Apalagi jika investor membeli saham PTBA di harga yang lebih rendah.
Namun, laba PTBA dan saham batu bara lain terutama di tahun 2022 bukanlah laba normal mereka. Salah total jika kita berekspektasi PTBA akan memberi dividen yang sama besar dengan tahun 2022.
Karena laba bersih 9M 2023 PTBA saja hanya Rp 3,8 triliun, turun 62% dari 9M 2022 sebesar Rp 10 triliun.
Jika Dividend Payout Ratio (DPR) tetap 100% saja, dividend per share (DPS) sudah pasti akan turun. Apalagi jika DPR-nya juga ikut turun.
Namun, jika dibandingkan dengan laba bersih PTBA pada tahun 2013, laba bersih TTM Q3 2023 PTBA sudah naik lebih dari 3x lipat, dari Rp 1,8 triliun menjadi Rp 6,3 triliun.
Meski masih lebih rendah dari laba bersih 2021 dan 2022, laba bersih TTM Q3 2023 PTBA juga masih lebih tinggi dari laba bersih tahun 2018, puncak siklus batu bara sebelumnya.
Rahasianya adalah pertumbuhan volume penjualan. Pada tahun 2013, PTBA hanya menjual 17,8 juta ton batu bara. Dalam 12 bulan terakhir, sudah naik 2x lipat menjadi 35,2 juta ton. Volume penjualan PTBA juga terus meningkat kecuali saat pandemi tahun 2020.
Selama PTBA masih mendapat keuntungan yang cukup di setiap ton batu bara yang terjual, maka laba bersih PTBA juga akan ikut compounding seiring dengan pertumbuhan volume penjualannya.
Sayangnya, meningkatkan volume penjualan juga bukan perkara mudah bagi PTBA. Posisi area tambang Tanjung Enim yang cukup jauh dari Dermaga/Pelabuhan membuatnya bergantung pada sarana dan kapasitas pengangkutan kereta dari PT KAI.
Peningkatkan volume produksi dan volume pengangkutan juga tidak serta akan bisa terserap di pasar dan menjadi volume penjualan. PTBA harus menemukan lebih banyak pelanggan ketika batu bara yang mereka produksi juga semakin banyak.
Bagaimana strategi pertumbuhan PTBA ke depan? Seberapa realistis target produksi 60 juta ton di tahun 2026? Apakah PTBA akan tetap bisa jadi low-cost coal producer dengan volume produksi yang lebih besar?
Mari kita bahas!
Yuk Lanjut Baca
INVESTABOOK Insight
Langganan & Akses 250+ Insight Lainnya
Jika sudah berlangganan, kamu bisa login di sini!