SCMA menutup tahun 2023 dengan membukukan laba bersih yang dapat diatribusikan kepada pemilik entitas induk Rp 335 miliar. Turun 60% dibanding laba bersih tahun 2022 dan turun 75% dibanding laba bersih tahun 2021.
Seperti yang dibahas di artikel ini, penurunan laba bersih SCMA pada tahun 2023 disebabkan oleh investasi (baca:kerugian) besar di Vidio untuk membangun leading local OTT streaming yang mulai terjadi sejak 2022. Kerugian untuk membangun Vidio tersebut lalu diperparah dengan implementasi Analog Switch Off (ASO) yang membuat sebagian pengiklan menahan belanja iklan mereka di TV FTA.
A perfect storm. Mirip seperti terjadi di bisnis META pada tahun 2022.
Namun berbeda dengan META, grafik laba bersih kuartalan SCMA belum membentuk smiley chart sempurna.
SCMA gagal melanjutkan tren pemulihan laba bersih di Q3 2023 pada Q4 2023. Meskipun jika dihitung secara semesteran, laba bersih selama 2H 2023 hampir 3x lipat lebih besar dari laba bersih 1H 2023 (Rp 265 miliar vs Rp 70 miliar).
Dibanding 2H 2022, laba bersih SCMA di 2H 2023 juga sudah tumbuh 15%.
Badai jelas sudah mereda, terutama di bisnis TV FTA. Meskipun jika dibandingkan dengan kinerja tahun 2021, laba bersih segmen TV FTA di 2H 2023 belum pulih 100%.
Selain itu, jangan lupa juga, selama Vidio masih membukukan rugi, selama itu pula reported earning SCMA akan nampak lebih rendah dari true earning power-nya dan (mungkin) mempengaruhi apresiasi pasar terhadapnya.
Pemulihan laba bersih segmen TV FTA dan path to profitability Vidio akan jadi dua variabel penting yang mendorong kinerja SCMA di 2024.
Akan secerah kinerja SCMA di 2024?
Mari kita bahas!
Yuk Lanjut Baca
INVESTABOOK Insight
Langganan & Akses 250+ Insight Lainnya
Jika sudah berlangganan, kamu bisa login di sini!