“Sebagus apapun kualitas sebuah aset, tidak akan memberikan return investasi yang baik jika dibeli pada harga yang terlalu mahal.”
Common sense yang tersirat dalam buku The Intelligent Investor tersebut masih akan selalu relevan, dan tidak akan pernah berubah sampai kapanpun.
Perusahaan dengan tingkat pertumbuhan yang tinggi selalu memunculkan harapan yang besar di benak investor. Namun bukan berarti saham perusahaan yang sedang bertumbuh layak dihargai berapapun.
Karena laba yang bisa diraih perusahaan ada batasnya, maka harga yang boleh dibayarkan oleh investor juga ada batasnya. Ketika harga saham naik hingga “menyentuh langit-langit”, maka satu-satunya yang tersisa adalah ruang untuk jatuh.
Maka dari itu, valuasi menjadi bagian yang sangat penting yang dapat menjauhkan kita dari perilaku spekulasi.
Dalam salah satu sesi webinar Quality Investing Course, kami pernah mengatakan bahwa valuasi adalah langkah terakhir dalam melakukan analisis. Tahap valuasi juga tidak boleh mengonsumsi lebih dari 10% waktu yang dialokasikan untuk menganalisis.
Hal ini kami tegaskan karena kami sadar bahwa masih banyak pelaku pasar yang salah persepsi ketika mendengar kata “valuasi.”
Kebanyakan orang, ketika mendengar kata valuasi, akan membayangkan angka-angka kompleks dalam laporan keuangan, atau penggunaan spreadsheet dengan formula-formula rumit.
Selama ini mereka mengira bahwa file excel yang disajikan oleh beberapa oknum dengan judul “tools valuasi” adalah jalan pintas menuju kesuksesan investasi. Kami ingatkan, menjadi excel ninja tidak cukup untuk menghasilkan model valuasi yang baik.
Valuasi yang baik harus melibatkan aspek kualitatif dalam prosesnya. Aspek kualitatif itu tergambar dalam asumsi-asumsi yang dikenakan pada potensi pertumbuhan perusahaan.
Kamu boleh saja memulai analisis dari tahap valuasi, jika proses tersebut dapat memancingmu untuk menggali lebih banyak dan lebih dalam.
Kesalahan yang sering terjadi yaitu investor hanya sembarangan memasukkan angka pilihannya ke dalam tools valuasi, tanpa ada asumsi cerita bisnis yang eksplisit dan bisa diperdebatkan.
Untuk itu, kami mengajakmu menggunakan satu-satunya model valuasi yang kami percayai—yang mungkin kamu sudah tahu.
Kami percaya bahwa sampai kapanpun, nilai intrinsik sebuah aset itu ditentukan oleh potensi cash flow yang dihasilkan selama aset tersebut beroperasi yang didiskon sesuai dengan tingkat risiko cash flow tersebut.
Objek analisis kita kali ini adalah PT Tempo Scan Pacific, yang selanjutnya disebut TSPC. Perusahaan produsen farmasi yang sudah sejak lama ikut bertumbuh bersama masyarakat Indonesia.
Mengapa TSPC?
Karena kami ingin mengajakmu time traveling ke masa lalu ketika satu-satunya obat yang kamu mau adalah Bodrex, “balsem” yang kamu suka adalah minyak telon My Baby, dan skin care andalanmu adalah Marina UV White.
TSPC adalah contoh perusahaan yang memenuhi frasa klasik know what you own dari Peter Lynch.
Di artikel kali ini, kami juga akan menjawab pertanyaan lanjutan dari frasa tersebut: “… and know why you own it“.
Let’s get dive in!
Yuk Lanjut Baca
INVESTABOOK Insight
Langganan & Akses 250+ Insight Lainnya
Jika sudah berlangganan, kamu bisa login di sini!