Bagi investor jangka panjang, membeli saham bukanlah sebuah keputusan yang mudah. Ada berbagai informasi penting yang perlu dikumpulkan dan diolah untuk menjadi sebuah tesis investasi.
Namun, keputusan untuk menjual jauh lebih sulit lagi.
Jika kita sudah memiliki mindset bahwa membeli saham dan aset investasi lainnya berarti menukar cash dengan future cash flow, kita juga harus sadar bahwa menjual saham berarti menukar future cash flow dengan cash.
Karena dalam jangka panjang cash akan tergerus oleh inflasi, kecuali untuk kebutuhan jangka pendek dan dana darurat, cash tersebut biasanya akan direalokasikan ke future cash flow lainnya.
Masalahnya, apakah future cash flow baru tersebut akan memberi hasil lebih baik dibanding future cash flow lama yang telah kita jual?
Orang-orang di dunia finansial biasa menyebutnya sebagai opportunity cost atau biaya yang harus kita tanggung karena melewatkan sebuah peluang.
Biaya Menjual Terlalu Dini
“Of our most costly mistakes over the years, almost all have been sell decisions. The mistake, in virtually every instance, has been selling too soon.”
Chris Cerrone (Akre Capital Management)
Sejumlah investor guru memberi pengaruh signifikan yang khas pada cara investasi saya. Benjamin Graham membuat saya tidak pernah tertarik untuk trading. Warren Buffett membuat saya paham pentingnya mencari value dari good business. Charlie Munger mendorong saya untuk menjadi generalis yang punya banyak mental model. Pat Dorsey membuka wawasan saya tentang kerangka analisis economic moat. Terry Smith membuat saya percaya diri menyebut strategi investasi saya sebagai quality investing. Chuck Akre membuat saya paham bagaimana cara menerapkan keajaiban compounding effect dalam strategi investasi.
Karena pengaruh Chuck Akre pula, alih-alih menggunakan istilah good business yang biasa dipakai oleh Warren Buffett atau Terry Smith, saya lebih suka menyebut saham-saham pilihan saya sebagai saham compounder. Sebuah bisnis yang sangat profitable, tidak akan bisa memberi growing future cash flow ketika potensi reinvestasinya sudah terbatas.
Bukan cuma dalam cara kita membeli, compounding effect juga terkait erat dengan cara kita menjual. Bahkan, menurut Chris Cerrone, rekan kerja Chuck Akre di Akre Capital Management, kita tidak akan bisa menikmati compounding effect jika kita tidak memahami cara yang tepat untuk (tidak) menjual.
Salah satu praktik umum dalam manajemen portofolio di kalangan value investor adalah membeli saham di harga murah dibanding nilai intrinsiknya lalu menjualnya ketika telah mencapai harga wajarnya. Karena itu mereka biasanya punya target price. Sesuatu yang setahu saya tidak pernah lagi dilakukan oleh Warren Buffett sejak tahun 1970an.
Sayangnya, praktik tersebut akan memberi opportunity cost yang besar ketika digunakan di saham compounder yang nilai intrinsiknya terus bertumbuh. Harga yang nampak mahal hari ini bisa jadi terhitung murah dalam 5-10 tahun ke depan.
Coba baca kalimat ini baik-baik.
“We are unfazed when our businesses are quoted in the market at prices above what we would pay for them.”
Chris Cerrone (Akre Capital Management)
Simpelnya, harga yang kurang menarik untuk membeli, tidak berarti harga yang menarik untuk menjual.
Karena besarnya opportunity cost yang harus ditanggung dari menjual saham compounder terlalu dini, Akre Capital Management berusaha untuk menahan godaan untuk menjual bahkan menjual sebagian hanya karena pertimbangan valuasi.
Kenapa? Ada 3 alasan.
- Menjual semata karena alasan valuasi biasanya disertai harapan bahwa di masa depan akan ada kesempatan untuk kembali membeli saham compounder tersebut di harga yang lebih rendah. Sesuatu yang sangat jarang terjadi.
- Saham compounder jumlahnya tidak banyak. Peluang untuk membelinya di harga yang menarik lebih sedikit lagi.
- Berbeda dengan bisnis medioker, kinerja bisnis luar biasa seringkali melampaui ekspektasi kita. Pertumbuhan nilai intrinsiknya akan membuat harga yang saat ini terlihat mahal jadi wajar di masa depan.
Namun, bukan berarti seluruh saham layak untuk disimpan selamanya. Kita hanya perlu punya pertimbangan yang lebih komprehensif sebelum menekan tombol jual.
Melalui tulisan ini saya akan menceritakan alasan dan pertimbangan di balik 4 saham yang telah saya jual dalam 3 tahun terakhir. Termasuk 1 saham yang baru saja saya jual dua pekan lalu.
Yuk Lanjut Baca Jurnal Investasi Founder INVESTABOOK
Dengan Berlangganan Paket Committed Investor atau Quality Investor!