2Q 2022: Resesi Amerika Serikat, Bagaimana dengan Indonesia?

Keresahan banyak pelaku pasar terhadap resesi sering kali menjadi pemicu market crash. Apakah Indonesia dan IHSG akan aman?

Hampir setiap media berita internasional membahas resesi di Amerika Serikat setelah Amerika Serikat merilis data pertumbuhan GDP-nya beberapa hari lalu. Pertumbuhan negatif GDP (qoq) berturut-turut di kuartal pertama (-1.6%) dan kuartal kedua (-0.9%) menjadi indikasi resesi ekonomi sedang melanda negara Paman Sam tersebut.

GDP growth rate US
pertumbuhan PDB Amerika Serikat
Trading Economics
Sumber: Trading Economics

FYI, GDP (gross domestic product) atau produk domestik bruto adalah jumlah nilai barang dan jasa akhir yang dihasilkan oleh seluruh unit ekonomi suatu negara dalam periode waktu tertentu. Simpelnya, GDP adalah pendapatan kotor suatu negara yang menggambarkan tingkat perkembangan ekonomi.  

Resesi Amerika Serikat 2020 vs 2022

Meskipun dengan judul yang sama, tetapi resesi yang terjadi di Amerika Serikat tahun 2020 lalu dengan tahun 2022 sekarang memiliki story yang berbeda. Di tahun 2020, pandemi COVID-19 membuat semua aktivitas ekonomi menginjak rem secara tiba-tiba.

Kebijakan lockdown dan kondisi ekonomi yang tidak menentu membuat demand barang dan jasa menurun drastis, akibatnya perusahaan-perusahaan mengurangi atau bahkan berhenti produksi dan mengurangi jumlah karyawannya.

Tingkat pengangguran di Amerika Serikat langsung melonjak tinggi dari 3-4% menjadi 15% hanya dalam waktu 2-3 bulan dan merupakan yang tertinggi dalam sejarah Amerika Serikat.  

Tingkat pengangguran Amerika Serikat
Sumber: Trading Economics

On the other side, saat aktivitas ekonomi mulai recovery dan tingkat pengangguran kembali normal seperti pre-pandemi, resesi kembali melanda di tahun 2022.

Banyak pengamat ekonomi, media dan pihak lainnya mengatakan salah satu faktor utama penyebab perlambatan pertumbuhan ekonomi Amerika Serikat adalah kenaikan harga minyak sangat tinggi.

harga minyak mentah WTI
WTI Crude oil
Sumber: Trading Economics

Penyebab kenaikan harga minyak sejak 2020 tidak lain dan tidak bukan adalah ketidakseimbangan supply dan demand akibat pandemi COVID-19. Negative supply shock akibat pembatasan aktivitas ekonomi saat pandemi belum bisa memenuhi demand yang mulai pulih.

Masalah ini juga diperparah oleh invasi Ukraina oleh Rusia awal tahun 2022 ini. Alhasil harga bahan bakar minyak (BBM) di Amerika Serikat menembus harga tertingginya sepanjang sejarah.

Harga BBM Amerika Serikat
Gas price USA
Sumber: Statista

Mungkin teman-teman bertanya, kenapa kenaikan harga minyak dan BBM bisa memicu perlambatan ekonomi?

Jawabannya adalah cost. Biaya operasional di sektor upstream seperti panen produk pertanian, biaya produksi di pabrik-pabrik dan biaya transportasi/distribusi, semua sangat bergantung pada harga BBM. Kenaikan seluruh cost di atas akan berakibat pada kenaikan harga barang dan jasa.

Bisa teman-teman lihat seberapa tajamnya peningkatan inflasi di Amerika Serikat.

inflasi amerika serikat 
USA inflation
Sumber: Bloomberg

Kenaikan harga barang dan jasa tersebut akan sangat berpengaruh pada penurunan tingkat spending masyarakat dan bisnis sehingga perlambatan ekonomi pun tidak terelakkan.

Bagaimana dengan Indonesia?

Well, sejak tahun 2021 lalu pun pemerintah sudah mengantisipasi dampak kenaikan harga minyak ini. Baru lah di tengah tahun 2022 ini pemerintah mulai menaikkan harga BBM non-subsidi.

berita kenaikan harga bbm non subsidi
Sumber: CNBC Indonesia

Sedangkan untuk BBM bersubsidi, pemerintah memilih jalan yang lebih ramah dompet dengan membatasi pembelian Pertalite dan Solar. Terutama agar pembelian BBM bersubsidi benar-benar tepat sasaran.

berita pembatasan pembelian solar dan pertalite
Sumber: Bisnis

Melihat kenaikan harga BBM seperti Amerika Serikat, kira-kira apakah Indonesia juga akan masuk kembali ke dalam jurang resesi?

Mau baca Insight tentang Makro Ekonomi dan >180 Insight keuangan lainnya? Yuk gabung komunitas dan diskusi bersama di Quality Investor Club!

Resesi Adalah …

Sebelum membahas apakah Indonesia akan mengalami resesi atau tidak, kita perlu memahami apa definisi sebenarnya resesi yang sering heboh dalam berita-berita belakangan ini.

Berdasarkan definisi yang diberikan OJK, resesi adalah penurunan perekonomian suatu negara yang tercermin dalam kegiatan ekonomi secara agregat. Meskipun ukuran/parameter yang digunakan untuk menentukan keadaan resesi masih bersifat subjektif, umumnya resesi terjadi pada saat pendapatan nasional kotor (GDP) turun dalam 2 kuartal berturut-turut dan ditambah peningkatan pengangguran secara tajam.

Mari kita cek pertumbuhan GDP Indonesia.

Jika kita mengacu pada pertumbuhan negatif (qoq) 2 kuartal berturut-turut, maka Indonesia sudah 2x mengalami resesi dalam 3 tahun terakhir, yaitu di 1Q 2020 dan 1Q 2021.

GDP Growth qoq Indonesia 
Pertumbuhan PDB Indonesia qoq
Sumber: Trading Economics

Tetapi jika teman-teman mengikuti berita perekonomian saat awal pandemi, Indonesia baru dinyatakan resmi resesi saat 3Q 2020.

Kok bisa beda ya dengan definisi resesi pada umumnya?

Menurut pernyataan Pak Josua Pardede (VP Bank Permata) dan Bu Sri Mulyani (Menkeu Indonesia), Indonesia memiliki faktor musiman yang berpengaruh signifikan pada aktivitas perekonomian seperti Lebaran dan lainnya di bulan-bulan tertentu.

Sehingga untuk memperhitungkan faktor musiman tersebut, Indonesia baru dinyatakan resesi jika mengalami pertumbuhan GDP negatif 2 kali berturut-turut secara year-on-year. Sedangkan pertumbuhan GDP negatif 2 kali berturut-turut secara quarter-on-quarter disebut sebagai resesi teknikal yang bersifat sementara.

Itulah mengapa Indonesia baru dinyatakan resmi resesi saat 3Q 2020.

GDP Growth yoy Indonesia 
Pertumbuhan PDB Indonesia yoy
Sumber: Trading Economics

Jika kita mengacu pada pertumbuhan GDP (yoy) yang sudah kembali “normal” sebelum pre-pandemi, maka Indonesia dapat dikatakan masih aman dari jurang resesi untuk sekarang.

Bagaimana dengan ke depannya?

Indonesia Lebih Tangguh Dari Amerika Serikat

Selain data pertumbuhan GDP (yoy) Indonesia yang masih di angka 5%, tim INVESTABOOK juga memiliki pandangan bahwa kondisi perekonomian Indonesia saat ini jauh lebih tangguh dibanding Amerika Serikat.

Apa yang membuat kami yakin?

Teman-teman investor harus ingat, Indonesia adalah negara dengan kekayaan sumber daya alam yang sangat melimpah. Indonesia menjadi negara pengekspor terbesar nomor 1 untuk minyak sawit mentah (CPO) dan nomor 2 untuk batubara.

Kenaikan harga komoditas yang diakibatkan ketidakseimbangan supply dan demand, secara tidak langsung memberikan keuntungan bagi kita sebagai negara pengekspor. Neraca perdagangan Indonesia kembali surplus sejak tahun 2020.

Neraca Perdagangan Indonesia 2017-2022

Neraca perdagangan adalah nilai barang dan jasa yang diekspor dan diimpor ke/dari suatu negara dalam periode waktu tertentu. Jika suatu negara lebih banyak mengekspor produk dan jasanya, maka neraca perdagangannya akan surplus. Vice versa.

Lalu apa hubungannya dengan ketahanan Indonesia terhadap resesi?

Kondisi surplus neraca perdagangan secara tidak langsung akan meningkatkan pendapatan pemerintah pusat, antara lain:

  • Penerimaan pajak penghasilan perusahaan migas dan non-migas sesuai Pph pasal 22
  • Penerimaan pajak perdagangan internasional yang berasal dari bea masuk dan bea keluar
  • Penerimaan sumber daya alam yang berasal dari pendapatan iuran tetap, pendapatan royalti serta penjualan hasil tambang migas dan non-migas.

Bisa teman-teman lihat tabel laporan realisasi APBN di bawah ini, ketiga jenis akun penerimaan pemerintah pusat yang berwarna abu-abu mengalami peningkatan yang signifikan.

APBN Indonesia 2019-2022
*Tidak semua akun ditampilkan

Pendapatan yang meningkat berarti pemerintah pusat memiliki ruang yang lebih untuk membelanjakan uang lebih banyak dalam bentuk subsidi (akun warna oranye) ataupun stimulus.

In this case, pemerintah sudah meningkatkan porsi subsidi BBM untuk meredam kenaikan harga BBM yang menjadi biang kerok inflasi dan resesi di Amerika Serikat.

Realisasi belanja subsidi energi, terutama subsidi BBM dan subsidi LPG tabung 3 Kg per Juni 2022 mencapai Rp54.31 triliun atau meningkat +58.28% yoy.

Inilah salah satu keunggulan perekonomian Indonesia dibanding Amerika Serikat.

Inflasi Indonesia Tidak Separah Amerika Serikat

Masalah harga BBM sudah kita bahas, mari kita cek bagaimana kondisi inflasi Indonesia.

Mungkin teman-teman sudah sering mendengar dan paham arti umum inflasi. Inflasi adalah kenaikan harga barang dan jasa dalam jangka waktu tertentu. Inflasi (inflasi umum) dibagi menjadi 2 jenis, yaitu inflasi inti dan non-inti.

Inflasi inti adalah komponen inflasi yang cenderung tetap dan dipengaruhi oleh faktor fundamental seperti interaksi supply-demand dan ekspektasi inflasi dari pedagangan dan konsumen. Sedangkan inflasi non-inti adalah komponen inflasi yang cenderung volatil karena dipengaruhi faktor selain fundamental seperti kebijakan pemerintah, gangguan masa panen dan perkembangan harga komoditas.

To make it easier, inflasi inti adalah kenaikan harga barang dan jasa KECUALI sektor makanan dan energi. Sedangkan inflasi non-inti adalah kenaikan pada sektor makanan (bergejolak) dan energi (diatur pemerintah).

Berbeda dengan Amerika Serikat, inflasi Indonesia tahun 2021 dapat tertap terjaga. Salah satu faktornya adalah peningkatan subsidi BBM yang dilakukan pemerintah seperti yang sudah kami jelaskan di atas.

Inflasi Indonesia
Sumber: BPS Indonesia

Meskipun di pertengahan tahun 2022 ini inflasi Indonesia mulai naik signifikan ke level 4.94% per Juli 2022. Tetapi peningkatan inflasi inti Indonesia masih tetap terjaga, tidak seperti Amerika Serikat.

berita inflasi Indonesia
Sumber: CNBC Indonesia

Mengapa Bu Sri Mulyani menekankan penjelasannya pada inflasi inti yang masih tetap terjaga? Padahal komponen inflasi non-inti adalah sektor pokok kebutuhan masyarakat.

Alasannya adalah fluktuasi harga. Berdasarkan penjelasan beberapa ekonom, fluktuasi harga sektor makanan dan energi memang mempunyai efek yang substansial pada indeks harga keseluruhan, tetapi fluktuasi tersebut umumnya cepat berbalik sehingga tidak membutuhkan respon kebijakan moneter lebih lanjut.

Meskipun inflasi mendapatkan citra yang buruk di mata masyarakat. Tetapi yang ingin kami tekankan adalah inflasi YANG TERJAGA setelah perlambatan ekonomi/resesi adalah hal yang baik karena mengindikasikan adanya pemulihan aktivitas ekonomi dan peningkatan demand.

Kondisi perekonomian Indonesia masih akan aman dari jurang resesi.


DISCLAIMER:

Artikel di atas dibuat semata untuk tujuan penyediaan referensi dan edukasi, bukan rekomendasi untuk keputusan keuangan dan investasi tertentu. Setiap pihak bertanggung jawab penuh atas keputusan keuangan dan investasi yang dibuatnya sendiri.

Artikel dibuat berdasarkan sumber-sumber yang dapat dipertanggungjawabkan dan dimuat sebagaimana adanya.

Dharma Djiauw

Investor aktif sejak 2019. Interested in internet and tech.

Bagikan dan Diskusikan

Telegram
WhatsApp
Twitter
Facebook
0 0 votes
Rating Analisis
Subscribe
Notify of

Insight Menarik Lainnya

0
Would love your thoughts, please comment.x
()
x

Rekap Laporan Keuangan Sudah Terkirim!

Silahkan cek email kamu!