Masih sedikit pasangan suami istri di Indonesia yang membuat perjanjian perkawinan atau yang biasa disebut sebagai perjanjian pra nikah (prenuptial agreement) dan perjanjian pasca nikah (postnuptial agreement). Bisa jadi sebab utamanya adalah terdapat anggapan bahwa mendiskusikan perjanjian ini merupakan hal yang tabu karena salah satu muatan yang diatur di dalam perjanjian ini adalah pemisahan harta antara suami dan istri.
“Uang istri adalah uang istri dan uang suami adalah uang istri”
Mungkin kita sering kali mendengar celoteh kalimat di atas, atau bisa jadi memang ada yang menjadikan kalimat tersebut sebagai pilar untuk menjalani bahtera rumah tangganya. Kami tidak ingin berdebat tentang salah benar atau cocok tidak cocoknya kalimat tersebut untuk diimplementasikan pada manajemen keuangan keluarga.
Hanya saja, kita sering kali tidak begitu menghiraukan atau tidak terpikirkan tentang konsekuensi hukum setelah melaksanakan perkawinan. Jika pasangan suami istri tidak membuat perjanjian perkawinan untuk melakukan pemisahan harta, maka sebenarnya seluruh harta yang diperoleh selama perkawinan baik oleh suami maupun istri sebenarnya merupakan harta bersama. Ketentuan ini tercantum di dalam Pasal 35 ayat 1 UU No 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan.
Oleh karena itu, alih-alih terkonsentrasi kepada satu pihak, sebenarnya harta yang diperoleh suami maupun istri di dalam masa perkawinan di mata hukum adalah milik bersama. Hal ini penting untuk dipahami bagi pasangan yang hendak akan melaksanakan pernikahan begitu juga dengan pasangan yang sudah menikah, karena akan berdampak kepada kondisi keuangan keluarga yang mungkin saja mempengaruhi keharmonisan rumah tangga.
Yuk Lanjut Baca
INVESTABOOK Insight
Langganan & Akses 250+ Insight Lainnya
Jika sudah berlangganan, kamu bisa login di sini!