Self Reward: Apresiasi Diri oleh Diri Sendiri

Selain menabung dan investasi, manusia juga perlu untuk melakukan konsumsi, Tetapi, apakah konsumsi atas nama "self reward" sebenarnya baik untuk dilakukan?

Self reward adalah konsep kegiatan yang diasosiasikan kepada upaya seseorang untuk memberikan reward (hadiah) kepada diri sendiri dalam rangka menghargai diri sendiri. Terminologi ini kerap kali kita jumpai di social media, tidak sedikit content creator yang mencoba untuk membahas topik ini dalam rangka meningkatkan kesadaran masyarakat agar tidak lupa untuk menghargai dirinya sendiri sebagaimana kita dapat menghargai orang lain.

Namun, kami sering kali menemukan topik self reward mengundang perdebatan. Banyak yang setuju karena mereka dapat merasakan kenikmatan hasil dari jerih payah mereka sendiri, namun tidak sedikit pula yang tidak setuju dengan anggapan bahwa self reward hanyalah kedok yang menguatkan alasan untuk menyalurkan hasrat belanja.

“Cari uang sampe stress, pas dapet uang buat ngilangin stress”

Anonim

Menurut rekan-rekan bagaimana? Apakah rekan-rekan adalah kelompok masyarakat yang setuju atau tidak setuju dengan self reward?

dua sisi koin

Menurut kami, daripada terlalu terpaku dengan pemikiran “benar atau salah” lebih baik kita gunakan perspektif two side of the same coin karena sebenarnya kedua argumen tersebut memiliki poin valid yang dapat membantu kita mendapatkan intisari dari self reward.

Substansi Self Reward

Pada dasarnya, ketika seseorang mendapatkan hadiah maka akan timbul “perasaan senang” dari dirinya sendiri. Hal ini bukanlah asumsi belaka karena di saat menerima hadiah, otak manusia akan menstimulasi “happy hormone” (seperti serotonin, dopamine, oxytocin dan endorphins) yang dapat menimbulkan perasaan positif seperti senang, gembira dan rasa percaya diri.

Hormon yang mempengaruhi perasaan bahagia manusia

Maka dari itu, substansi dari self reward adalah kegiatan menukarkan uang menjadi barang atau jasa untuk meningkatkan perasaan bahagia di dalam diri seseorang. Dalam implementasinya di kehidupan sehari-hari, seseorang biasanya melakukan self reward dalam rangka untuk merayakan suatu pencapaian dan juga melepas rasa penat yang sedang dialami.

Misalnya, seperti membeli sepatu baru untuk merayakan tercapainya target kerja yang ditetapkan perusahaan atau membeli makanan yang enak untuk menenangkan diri dari suntuknya pekerjaan kantor yang tidak kunjung usai. Kedua kegiatan konsumsi tersebut bisa saja diperlukan untuk memotivasi seseorang agar tetap merasa bahagia, hal ini penting agar kita dapat menjalani kehidupan dengan perasaan yang baik dan mendukung tingkat produktivitas yang kita miliki.

Konsekuensi Negatif dari Self Reward

Hanya saja di balik dampak positifnya, self reward memiliki konsekuensi yang sering kali luput dari pandangan dan perhitungan seseorang. Untuk memahaminya, mari melihat teori pleasure principle yang dikemukakan oleh Sigmon Freud dengan bunyi sebagai berikut.

“The instinctive seeking of pleasure and avoiding of pain to satisfy biological and psychological needs”

Sigmon Freud

Pada intinya, teori ini berbicara tentang insting makhluk hidup yang terus mencari kenikmatan dan menghindari perasaan sakit untuk memenuhi kebutuhan biologis dan psikologisnya.

Dalam konteks self reward, hal ini sangat mungkin mempengaruhi tingkah laku manusia dengan terciptanya ketergantungan untuk membeli sesuatu untuk menyenangkan diri kita sendiri ketika mulai mengalami tekanan atau perasaan-perasaan negatif lainnya.

Misalnya, kita memiliki kebiasaan untuk menekan rasa stres dengan membeli secangkir kopi Starbucks karena kita memahami bentuk kenikmatan yang bisa kita dapatkan. Sangat mungkin kebiasaan membeli kopi tersebut berubah dari stress-coping basis menjadi daily need basis agar kita mendapatkan tingkat kebahagian yang sama di setiap harinya.

Jika kebiasaan ini tidak dikelola dengan baik, maka konsekuensinya dapat berujung kepada tingkat konsumsi yang berlebihan dan berdampak pada kondisi keuangan yang kita miliki.

Coba saja dihitung terlebih dahulu, caffe latte buatan Starbuck dengan varian ukuran tall (345 ml) harganya Rp46.000. Jika setiap kali kita bekerja selalu menginginkan kopi tersebut demi menaikkan mood, maka kira-kira kita akan menghabiskan dana sebesar Rp920.000 per bulan. Tentu angka tersebut bisa dikatakan murah atau mahal relatif dengan kondisi keuangan yang kita miliki masing-masing.

Namun, sesuatu yang perlu diperhatikan adalah perlu atau tidaknya kita memiliki biaya rutin dengan nominal yang tidak sedikit hanya untuk memperoleh rasa bahagia di setiap harinya.

Selain itu, self reward juga dapat menjerumuskan seseorang kepada “perasaan layak untuk mendapatkan sesuatu”. Sehingga menimbulkan perasaan percaya diri yang berlebih untuk membeli barang di luar kemampuan yang mereka miliki. Bisa saja karena sedang merayakan sesuatu, individu tersebut lupa diri dengan kondisi finansialnya dan membeli barang yang sebenarnya tidak disanggupi dengan kondisi finansialnya.

Hal ini tidak hanya berbicara tentang kapabilitas pendapatan yang tidak mencukupi saja, tetapi juga berbicara tentang kemungkinan terdistraksinya rencana-rencana keuangan seperti dana darurat, dana pendidikan anak, dana pensiun, dana pembelian ruma , dana pernikahan dan berbagai alokasi dana lainnya yang sudah pernah direncanakan sebelumnya.

Jangan sampai hanya karena kita merasa pantas untuk memiliki iPhone keluaran terbaru, ternyata mengharuskan diri kita untuk rela memundurkan atau membatalkan rencana pernikahan yang berpotensi mengecewakan pihak pasangan.

Mau baca Insight tentang Keuangan pribadi dan >180 Insight keuangan lainnya? Yuk gabung komunitas dan diskusi bersama di Quality Investor Club!

Optimalisasi Self Reward Untuk Mencapai Kebahagiaan dengan Biaya yang Masuk Akal

Maka dari itu, untuk melakukan self reward kita perlu mengenal dan memahami eratnya hubungan antara perasaan, kebiasaan dan kondisi finansial yang kita miliki. Jangan paksakan kondisi keuangan untuk memenuhi kemauan kita, cobalah untuk mendapatkan esensi tingkat perasaan bahagia yang sama dengan mencari subtitusi dari barang dan jasa yang kita inginkan.

Misalnya, berdasarkan contoh sebelumnya kita mengganti preferensi brand dari caffe latte-nya Starbucks menjadi caffe latte-nya Fore Coffee yang nilai harganya lebih murah yaitu Rp22.000. Dalam durasi waktu yang sama, total biaya yang kita butuh kan sebagai “biaya ngopi” dapat diturunkan hampir setengahnya menjadi Rp480.000 per bulan.

Atau misalnya, kita terbiasa untuk melakukan self reward dalam bentuk travelling bersama keluarga. Mungkin saja preferensi tujuan utama kita adalah Bali karena keindahan wisata baharinya. Namun, bila kondisi keuangan tidak memungkinkan janganlah terburu-buru tergoda layanan pay later. Cobalah untuk menghitung estimasi biaya destinasi lainnya yang memiliki tawaran wisata bahari yang serupa.

Sebagai ilustrasi, bayangkan terdapat keluarga muda dengan anak satu berumur di atas 6 tahun berdomisili di Jakarta. Pada saat liburan sekolah, mereka berencana untuk pergi berlibur bersama selama 2 hari 3 malam. Seperti paragraf di atas, si anak sangat menyukai aktivitas wisata bahari, seperti bermain pasir, berenang, snorkling hingga diving sehingga keluarga tersebut memprioritaskan Bali sebagai destinasi wisata utama karena terdapat banyak pantai yang bagus di sana.

Namun, keluarga tersebut hanya memiliki budget sebanyak Rp10.000.000 untuk travelling. Untuk meyakinkan keputusan mereka pergi berlibur ke Bali, pasangan suami-istri kemudian mencoba untuk merinci estimasi biaya yang akan mereka keluarkan selama berlibur di sana dengan hasil sebagai berikut.

budget plan ke bali

Setelah melakukan estimasi, ternyata budget yang mereka miliki masih kurang. Oleh karena itu, mereka mencari destinasi wisata bahari lainnya dan menemukan pulau Ayer (salah satu dari pulau yang ada di Kabupaten Kepulauan Seribu) yang cukup comparable dan memiliki daya tawar yang unik untuk merasakan pengalaman tidur di atas laut dengan konsep penginapan floating cottage.

Pulau Ayer

Setelah melakukan berhitung kembali, akhirnya mereka menemukan hasil estimasi biaya sebagai berikut.

Budget plan Pulau Ayer

Ternyata mereka menemukan estimasi biaya yang jauh lebih murah dengan esensi wisata bahari yang sama di pulau Ayer. Lokasi yang dekat dengan Jakarta dan tidak perlunya penggunaan kendaraan sewa juga memberikan kesempatan bagi mereka untuk mengalokasikan dana kepada pos budget lainnya.

Hasilnya mereka dapat mengambil penginapan floating cottage dengan kelas VIP, makan dan jajan lebih sering dan juga memiliki kelonggaran budget yang mendukung kebebasan memilih jenis atraksi wisata yang diinginkan.

Tetapi, apakah dengan budget yang lebih murah membuat pulau Ayer menjadi pilihan yang lebih baik daripada Bali? Menurut kami, sebenarnya keduanya sama-sama baik, bergantung dengan tingkat kemampuan toleransi yang mereka miliki untuk memperbesar budget travelling dan tingkat kerelaannya untuk mengganti destinasi.

Hanya saja, jika keluarga tersebut memilih pergi berlibur ke Bali tentu mereka menghadapi risiko overbudget yang sangat mungkin terjadi. Pada saat pergi berlibur, sangat mungkin kita terbawa suasana untuk menghabiskan dana lebih banyak untuk konsumsi daripada yang direncanakan.

Kita tidak bisa memungkiri, untuk mencapai suatu tingkat kebahagiaan yang diinginkan terkadang kita harus rela untuk tidak mengambil opportunity karena keterbatasan finansial. Meskipun rasanya seperti seseorang yang tidak memiliki kemampuan untuk menyenangkan diri sendiri, bukan berarti kita harus berkecil hati.

Malah sebenarnya, bila kita mampu untuk hidup bahagia dengan membatasi diri sesuai dengan apa yang kita miliki saat ini, artinya kita sudah sukses untuk menjadi seseorang yang mampu hidup berbahagia bersama dengan realitas kehidupan.

“The Purpose of our lives is to be happy”


DISCLAIMER:

Artikel di atas dibuat semata untuk tujuan penyediaan referensi dan edukasi, bukan rekomendasi untuk keputusan keuangan dan investasi tertentu. Setiap pihak bertanggung jawab penuh atas keputusan keuangan dan investasi yang dibuatnya sendiri.

Artikel dibuat berdasarkan sumber-sumber yang dapat dipertanggungjawabkan dan dimuat sebagaimana adanya.

Adi Nugroho

Investor aktif sejak 2018. Memiliki rasa penasaran yang tinggi untuk menemukan benang merah di dalam kompleksitas cerita yang ada. Sangat tertarik untuk menganalisis sektor bisnis perdagangan retail dan media.

Bagikan dan Diskusikan

Telegram
WhatsApp
Twitter
Facebook
0 0 votes
Rating Analisis
Subscribe
Notify of
0
Would love your thoughts, please comment.x
()
x

Rekap Laporan Keuangan Sudah Terkirim!

Silahkan cek email kamu!