WIIM: Compounder atau One Hit Wonder?

Setelah tumbuh hampir 9x lipat dalam 5 tahun terakhir, laba bersih WIIM turun 40% YoY pada 1H 2024. Masalah sementara atau bukti WIIM bisnis yang biasa saja?

Wismilak Inti Makmur (WIIM) adalah salah satu pandemic outliers yang justru tumbuh pesat di tengah pandemi COVID-19.

Dalam 5 tahun terakhir, pendapatan WIIM tumbuh 2,5x lipat. Laba bersihnya tumbuh lebih signifikan hingga hampir 9x lipat.

Kinerja moncer WIIM jadi outlier bukan cuma karena ukuran ekonomi secara keseluruhan tengah menyusut, tetapi juga karena emiten rokok lain di Bursa Efek Indonesia seperti HMSP dan GGRM justru mengalami penurunan kinerja.

Pendapatan HMSP dan GGRM sebenarnya masih tumbuh. Namun, pertumbuhan tersebut lebih banyak didorong oleh kenaikan tarif cukai yang menjadi Cost of Good Sold (COGS) bagi emiten rokok.

Laba bersih keduanya justru menyusut dalam 5 tahun terakhir.

Pertumbuhan superior WIIM selama pandemi terutama disebabkan oleh fenomena downtrading atau perubahan pola konsumsi ke produk dengan harga lebih murah.

WIIM bisa menjual rokok dengan harga yang lebih murah karena statusnya sebagai produsen rokok tier 2 dengan volume produksi di bawah 3 miliar batang setahun untuk tipe SKM (Sigaret Kretek Mesin) dan di bawah 2 miliar batang untuk tipe SKT (Sigaret Kretek Tangan).

Aturan cukai rokok di Indonesia menerapkan tarif asimetris atau lebih rendah untuk produsen kecil dan produk yang padat karya seperti SKT.

Dengan tarif cukai yang lebih rendah, WIIM bisa memperoleh Gross Profit Margin (GPM) yang lebih tebal dari HMSP dan GGRM, bahkan sebelum pandemi.

Namun, karena volume penjualan yang belum mencapai economies of scale, keunggulan biaya dari sisi tarif cukai tersebut belum bisa diterjemahkan menjadi Operating Profit Margin (OPM) yang memadai, sebelum pandemi.

Setelah volume penjualan meningkat signifikan selama pandemi, terutama tipe SKM melalui merek Diplomat EVO yang diluncurkan pada tahun 2019, WIIM berhasil memperoleh OPM yang lebih tebal dari HMSP dan GGRM sejak tahun 2022.

Namun, pada 1H 2024, kinerja WIIM menunjukkan pelemahan. Laba bersih turun 40% meskipun pendapatan hanya turun 4%. Artinya, ada margin contraction.

Padahal, aturan mengenai tarif cukai asimetris masih berlaku. Pemulihan ekonomi yang lebih lambat di segmen menengah bawah yang memicu tren downtrading juga masih terjadi.

Lalu, mengapa tren pertumbuhan WIIM terhenti?

Apakah ini sekadar masalah sementara atau justru bukti bahwa WIIM tidak punya keunggulan kompetitif yang permanen?

Yuk Lanjut Baca

INVESTABOOK Insight

 

Langganan & Akses 250+ Insight Lainnya

Jika sudah berlangganan, kamu bisa login di sini!

 

Alfisyahrin

Investor aktif sejak 2018. Suka ngulik data dan mengenali pola sejak kuliah di Sosiologi Universitas Indonesia. Percaya tentang pentingnya kualitas dalam berbagai urusan, termasuk dalam investasi. Sangat tertarik pada titik temu antara keuangan, media, dan teknologi.

Bagikan dan Diskusikan

Telegram
WhatsApp
Twitter
Facebook
0 0 votes
Rating Analisis
Subscribe
Notify of

Insight Menarik Lainnya

0
Would love your thoughts, please comment.x
()
x

Rekap Laporan Keuangan Sudah Terkirim!

Silahkan cek email kamu!