Ekadharma International (EKAD) adalah salah satu emiten yang menjadi favorit long term investor di Bursa Efek Indonesia (BEI). Produsen pita perekat (lakban) merek andalan Daimaru ini memiliki kinerja historis yang relatif konsisten dan dikelola oleh manajemen yang “lempeng” tanpa aksi korporasi aneh-aneh.
Kapitalisasi pasar EKAD yang masih kecil (+ 1 triliun rupiah) juga membuatnya relatif tidak bisa disentuh oleh investor institusi dan big fund. Hal ini membuat EKAD menjadi nampak sebagai saham yang sempurna bagi retail investor yang mencari saham dengan fundamental bisnis yang bagus, manajemen yang bisa dipercaya, dan market multiple (PE dan PBV) yang rendah.
Ada pula yang mengatakan bahwa grafik harga saham EKAD dalam jangka panjang mirip seperti BBCA yang relatif konsisten bergerak ke kanan atas dengan volatility yang tidak terlalu tinggi.
Dalam sejumlah analisis, EKAD juga dianggap mendapatkan tailwind (efek percepatan) dari pertumbuhan industri e-commerce di Indonesia yang mencapai 74% per tahun sejak tahun 2015, sama seperti bisnis delivery service.
Tailwind adalah angin yang mendorong ekor (tail) pada pesawat terbang, senantiasa membantu meningkatkan laju pesawat.
Istilah tailwind juga dipakai dalam dunia keuangan. Merujuk kepada situasi tertentu (biasanya dalam skala makro ekonomi) yang dapat mengakselerasi laju pertumbuhan penjualan atau laba bersih pada industri tertentu.
Namun, ternyata kinerja EKAD pada tahun 2020 memberi cerita yang berbeda. Laba bersih EKAD memang tumbuh 27%, tetapi pertumbuhan tersebut didorong oleh peningkatan margin laba. Karena faktanya, penjualan EKAD pada tahun 2020 justru anjlok 11%. Padahal, pada periode yang sama, karena pandemi COVID-19 dan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB), nilai transaksi e-commerce di Indonesia meningkat 52%.
Where’s the missing link?
Yuk Lanjut Baca
INVESTABOOK Insight
Langganan & Akses 250+ Insight Lainnya
Jika sudah berlangganan, kamu bisa login di sini!